Kecemasan DPD RI, RUU Ciptaker Timbulkan Sentralisasi

Thursday 16 Apr 2020, 11 : 48 pm
Agustin Teras Narang

JAKARTA-Komite I DPD RI menegaskan sangat keberatan terkait pembahasan RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang saat ini sedang berlangsung di tengah-tengah pada Pandemi Covid-19.

Padahal, pemerintah sendiri sudah menyatakan Covid-19 sebagai “Bencana Nasional”.

Hal ini sesuai dengan Keppres No 12/2020.

“Karena itu, kami mengusulkan agar pembahasan RUU Ciptaker ditunda dahulu sampai Covid 19 dinyatakan berakhir,” kata Ketua Komite I DPD RI, Agustin Teras Narang (Ketua) yang didampingi Wakil Ketua, Fachrul Razi, Djafar Alkatiri dan Abdul Kholik kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/4/2020).

Namun begitu, kata Teras, pihaknya menyarankan selama masa Pandemi Covid-19 berlangsung, maka Pemerintah, DPR RI dan DPD RI bisa memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberi masukan terhadap isi dan muatan RUU tersebut melalui sarana daring.

Pasalnya, peraturan pelaksana yang diamanatkan untuk RUU Ciptaker sangat banyak. Ada sekitar 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan Presiden dan 4 Peraturan Daerah.

Hal ini menunjukkan tidak sensitifnya pembentuk undang-undang atas kondisi regulasi di Indonesia yang hyper regulasi.

Apalagi disisi lain, substansi pengaturan RUU Ciptaker bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Terdapat 2 (dua) pasal dalam RUU tersebut bertentangan dengan ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan dan Putusan MK, seperti dalam Pasal 170 yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah dapat digunakan untuk mengubah UU.

Lebih jauh, lanjut mantan Ketua Komisi III DPR, pihaknya mencermati bahwa RUU ini banyak memuat frasa yang melakukan perubahan dan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945.

“RUU ini akan menimbulkan terjadinya sentralisasi pemerintahan. Sehingga berpotensi merugikan daerah serta berdampak pada hilangnya semangat otonomi daerah yang merupakan tuntutan reformasi 1998,” terangnya.

Tak hanya itu, malah RUU ini menghilangkan makna Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 91 pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kepemimpinan Perempuan di Ruang Publik

Oleh: Husein Muhammad Masih banyak orang yang menolak ide kesetaraan

NAMARIN: Jangan Biarkan TPS Bernasib Seperti JITC

JAKARTA-PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) tengah bersiap menghadapi perubahan lingkungan