Firman mengatakan, dalam sebuah koalisi, partai yang memiliki suara terbesar berpeluang untuk mengajukan Calon Presiden (Capres) mereka.
“Pada akhirnya partai yang punya suara besar punya potensi lebih menentukan siapa yang menjadi Capres. Misalnya Golkar tentu punya peluang besar,“ kata Firman, Kamis (8/12).
“Perlu dilihat apakah partai yang bergabung apakah dengan suara signifikan atau tidak. Kalau suaranya signifikan mungkin tadi, asumsi malah menambah calon baru. Tetapi kalau suara tidak signifikan, saya pikir tidak muncul nama baru,” ungkap Firman yang juga Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran ini.
Lebih lanjut Firman mengatakan, sejak 2004 mulai muncul bentuk koalisi besar. Hal ini yang tampaknya masih berlangsung sampai sekarang.
Bukan hanya KIB yang membuka diri, namun juga koalisi lain seperti Gerindra-PKB.