Last Oil, Pertamina Melebur Dengan PLN

Friday 30 Jul 2021, 10 : 35 am
by
Salamudin Dang
Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta

Oleh: Salamuddin Daeng

Era minyak telah berakhir. Mbahnya minyak namanya petro dolar. Apa itu petro dolar ?

Minyak menjadi landasan pencetakan uang dolar, atau menjadi jangkarnya. Nah petro dolar ini sudah bubar.

Sudah sekitar satu dekade tahunan minyak ditendang keluar oleh rezim keuangan global hanya sebagai bahan bakar. Bukan lagi sebagai jangkar sistem keuangan.

Mata uang dolar diprint tanpa melihat output minyak dan harga minyak lagi.

Lihat berapa uang yang sudah diprint the Fed sejak krisis 2008 dan diikuti kejatuhan harga minyak.

Ini sama dengan peristiwa mereka menendang emas keluar sebagai jangkar sistem keuangan di era 1970 an dan digantikan dengan minyak.

Sekarang dan ke depan bahkan penggunaan minyak akan segera diakhiri sebagai bahan bakar. Batas waktu yang ditetapkan dua tahap yakni 2030 dan 2050.

Berbagai cara dilakukan untuk menggenjet minyak. Mulai dengan pelarangan pembiayaan sektor fosil oleh institusi keuangan dan perbankkan hingga penerapan pajak 250 dolar per ton karbon.

Ini mahal sekali tidak ada satu negara produsen minyak pun yang akan sanggup. Tapi ke sanalah COP 21-COP 26 akan bekerja.

Dunia akan mencapai target zero emisi. Eropa menetapkan zero emisi 2050. Ini tak lama lagi.

Dengan demikian tidak ada lagi yang menggunakan bahan bakar minyak di jalan jalan, di pabrik pabrik, di pembangkit pembangkit.

Seluruh dunia, seluruh sektor, seluru perangkat kehidupan akan terhubung dengan listrik.

Perangkat listrik akan meliputi alat alat penyimpanan listrik, hingga pengiriman listrik dengan wireless. Semua akan berlangsung dengan cepat. Secepat mata memandang.

Dalam masa transisi masih diberi kesempatan untuk membakar sisa minyak dan batu bara di lubang-lubang tambang, di mulut tambang yang jauh dari perkotaan, jauh dari pemukiman penduduk, jauh dari khalayak rame.

Mengingat signal elektromahnetik 5G membutuhkan udara yang bersih bebas dari CO2. Sehingga kota harus bersih dalam rencana proyek ini.

Pertamina Hulu Eenergi (PHE) dan Pertamina Geotermal Energi (PGE) harus dilebur ke Indonesia Power(IP) untuk menghasilkan listrik.

Ini akan lebih tepat dan efisien. Dengan demikian oligarki batubara bisa segera disingkirkan dari PLN dan tidak menjadi parasit keuangan bagi PLN, yang menyedot keuangan PLN.

Hanya ini cara yang tersisa bagi Presiden Jokowi agar tidak masuk dalam game over.

Kesempatan membakar minyak, gas dan batubara dilubang lubang tambang, di mulut tambang.

Pembangkit listrik dilubang lubang tambang masih di toleransi, asal jauh dari pusat pusat kota, terisolasi dari kebutuhan penggunaan elektromahnetik secara massal.

Jadi ini ada sisa waktu bagi Pertamina dan PLN unruk melebur dan mengambil langkah maju dengan cepat. Listrik akan menjadi muara dari energi. PLN menjadi ujung tombak menghasilkan listrik dan hingga menjualnya.

Pertamina mengkontribusikan bahan bakar dalam sisa waktu yang ditetapkan oleh dunia mencapai zero emisi.

Setelah itu kita akan menghadapi gelombang baru, zaman baru, electricity, elektromahnetik, digitalisasi, jaman transparansi, hasil perubahan cepat, keras dalam sistem keuangan global.

Penulis adalah Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Jelang 8 Bulan Pilkada, Pemkot Tangsel Tak Boleh Mutasi Pejabat

TANGERANG-Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang Selatan, menegaskan Pemerintah Kota
kondisi stabilitas sistem keuangan berdasarkan data September 2021 masih terjaga, dengan kinerja yang terus bertumbuh positif tercermin dari pertumbuhan kredit dan penghimpunan dana di pasar modal

OJK: Jumlah Calon Emiten di Pipeline IPO 2022 Sebanyak 57 Perusahaan

JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, hingga 11 Juni 2022 terdapat