Mengungkap Polemik Seleksi Capim BPK di DPR

Senin 2 Sep 2019, 1 : 55 pm
kompas

Bahkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun tidak bisa menjelaskan mengapa hal itu terjadi ketika dimintai pendapatnya. Politisi tersebut juga mempertanyakan apakah ada unsur politik dalam seleksi itu sehingga dia juga setuju kalau 62 nama yang diajukan ke pimpinan parlemen itu dikembalikan lagi ke Komisi XI DPR sebagai tim seleksi.

Apakah Komisi XI Berkepentingan dengan seleksi Capim BPK? Pertanyaan itu pula yang menjadi pertanyaan publik. Pasalnya, ada sejumlah nama politisi dari komisi yang bertanggung jawab mengawasi soal keuangan negara itu di dalam daftar kandidat.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tom Pasaribu berpendapat proses seleksi oleh Komisi XI tidak saja telah melanggar aturan, namun juga sarat dengan aroma politik tidak sehat.

Dia mencontohkan adanya syarat pengajuan makalah oleh kandidat yang tidak ada dalam aturan maupun perundang-udangan. Apalagi makalah tidak pernah disyaratkan sejak seleksi BPK diadakan pada 2009. Dalam tatib DPR No:1/2014 pada pasal 207 dalam ayat (1) hingga (2) dan pasal 208, ayat (2) sudah sangat jelas mengatur mengatur tata cara seleksi. “UU maupun Tatib DPR tidak ada aturan membuat makalah sebagai persyaratan pendaftaran,” paparnya.

Bahkan tata cara Komisi DPR dalam melakukan seleksi diatur secara spesifik dalam pasal 198 ayat (2) dan pasal 209 ayat (2) memperkuat tata cara seleksi calon anggota BPK “Jadi itulah persyaratan, mekanisme serta tata cara seleksi calon anggota BPK periode Tahun 2019 – 2024 yang harus ditaati komisi XI DPR serta calon anggota BPK,” terangnya.

Apalagi mekanisme seleksi calon anggota BPK diatur dalam UU BPK No 15/2006, sebagai persyaratan pasal 13 huruf (a) sampai (k). Mekanismenya diatur dalam pasal 14 ayat (1) sampai ayat (5) Namun dalam ayat (5), dijelaskan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Tatatertib DPR. “Berdasarkan catatan, seleksi calon anggota BPK RI ini telah dilaksanakan sekitar 9 kali dengan menggunakan undang-undang yang sama yaitu UU No 15 Tahun 2006, sejak Tahun 2007 hingga 2019. Baru kali ini, ruwet sekali,” tuturnya

Disisi lain, Tom mempertanyakan perilaku pimpinan Komisi XI DPR dalam seleksi calon anggota BPK yang telah memakan korban seorang aparat sipil negara harus dimutasi dari jabatannya. Hanya saja Tom tidak bersedia menyebutkan nama pegawai tersebut meski mengaku punya bukti.

Karena itulah, Tom meminta PPATK dan KPK untuk menelusuri transaksi yang dilakukan oleh seorang oknum pada 10 Agustus 2019 itu yang mencapai lebih dari enam miliar rupiah yang ditukar ke dollar Singapura. “Sebab seseorang tersebut adalah ASN (termasuk pensiunan), dan sepengetahuan saya saat ini sebagai staf ahli di pemerintahan. Sesuai data, seseorang ini berhubungan erat dengan salah seorang anggota Komisi XI, siapa tahu ada hubungannya dengan seleksi calon anggota BPK,” kata Tom.

Akan tetapi, terlepas dari berbagai dugaan dan asumsi tersebut, yang jelas ada kesan seleksi calon anggoa dan pimpinan BPK tidak transparan di tengah proses peralihan pemerintaan Presiden Jokowi yang akan dilantik pada Oktober mendatang untuk periode kedua.

Pada akhirnya, seleksi capim BPK memang sangat bernilai strategis sehingga harus selalu menjadi pantauan publik agar lembaga itu benar-benar bekerja dengan baik. Tidak boleh ada intervensi maupun kepentingan politik di dalamnya sejak proses seleksi. ***

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Survei BI: Kenaikan Harga Properti Residensial Melambat

JAKARTA-Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan perlambatan kenaikan

Aliran Modal Asing ke SBN Awal Mei 2020 Rp1,17 Triliun

JAKARTA-Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan aliran modal (inflow)