Merusak Lingkungan, PT Toba Pulp Lestari Tbk Harus Ditutup

Monday 31 May 2021, 7 : 56 pm
by
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo menerima Alinasi Gerak (Gerakan Rakyat) Tutup TPL di Jakarta, Senin (31/5/2021)

JAKARTA-Ketua Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Maruap Siahaan, mengatakan pabrik PT Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk merusak lingkungan dan menimbulkan perpecahan sosial di masyarakat.

Karena itu, perusahaan tersebut harus ditutup.

Menurutnya, Presiden BJ Habibie pada tahun 1999 pernah menutup PT TPL.

Saat itu, masyarakat Danau Toba melalui YPDT yang dipimpin Prof Midian Sirait menyampaikan keluhan rakyat akan PT Inti Indorayon Utama (PT IIU, sekarang PT TPL) kepada presiden Habibie.

“Sudah pernah ditutup. Lalu dibuka kembali. Kehadirannya, sejak 35 tahun lalu, sama saja, terlihat tidak ada perubahan. Tetap saja ada konflik. Tetap ada pencemaran lingkungan hidup, dan perampasan hak tanah masyarakat oleh negara,” kata Maruap usai bertemu Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (31/5).

Ia mengaku heran, sebab banyak pihak menyebut PT TPL memberi kontribusi besar untuk masyarakat.

“Tetapi buktinya TPL tidak memberikan kontribusi bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang membaik. Padahal konflik berkepanjangan, dan merusak lingkungan hidup. Karena kontribusi kepada negara dan masyarakat sangat kecil. Hutang pajak triliunan, sementara dampak terhadap lingkungan hidup, dan konflik sosial-ekonomi tinggi, jadi kami berharap PT TPL ditutup,”kata Maruap

Mantan Direktur Konflik Bandan Pertanahan Nasional (BPN) yang juga Ketua Forum Bangso Batak Indonesia Ronsen Pasaribu, mengatakan hal senada.

Ketika konflik terjadi, sebidang tanah, diakui dua pihak. Satu sisi, kehutanan mengakui itu wilayahnya. Tetapi sebelumnya itu, hutan adat masyarakat.

“Oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lahan dikonsesikan kepada TPL, sementara rakyat untuk kepentingan perut. Bertani sudah turun-temurun sejak lama, kata Ronsen.

Ia menyebut, ada dua dasar hukum sebagai litigasi untuk tanah masyarakat adat, yakni Keputusan Mahkamah Agung dan Keputusan Mahkamah Konstitus.

“Keduanya menguatkan, tanah adat bukan tanah negara. Jadi tanah adat, harus di-enclave, dikeluarkan dari konsesi TPL,” kata Ronsen.

Di tempat serupa, Ketua Yayasan Percepatan Pembangunan Kawasan Danau Toba/YP2KT Laurensius Manurung mengatakan kampungnya, berjarak sekitar 5 kilometer dari lokasi pabrik PT TPL di Parmaksian, Porsea, Kabupaten Toba.

“Jadi baunya cemaran dari TPL, kami sudah merasakan. Bau sekali. Kami pun merasakan korban TPL, karena keponakan saya, Ir Panuju Manurung, korban tewas di Porsea dalam unjuk rasa (di Porsea 22 November 1998),”ucap Laurensius.

Masis menurut Laurensius, sebelum PT TPL beroperasi di tahun 1987, pertanian di Kawasan pabrik sangat bagus.

“Lalu masuklah Indorayo (PT IIU), terjadilah pencemaran. Air bau busuk, pertanian rusak, produksi padi menurun, ternak mati. Bahkan atap rumah warga yang berbahan seng, keropos. Itulah yang kami alami,”ujarnya.

Dalam aspek sosial budaya, ia meneruskan, TPL diduga menerapkan politik pecah-belah di kalangan masyarakat.

Satu disusupkan ke satu kelompok, untuk melawan kelompok lain. Lalu berantam, demikian lah kondisi saat ini.

Perwakilan masyarakat adat Lamtoras Sihaporas Kabupaten Simalungun, Domu D. Ambarita menyampaikan, kehadiaran PT TPL, hingga saat ini masih sering menimbulkan kekerasan yang mengorbankan rakyat.

“Selain kejadian tindak kekerasan di desa Natumingka, baru-baru ini, tahun 2019 lalu, juga terjadi di Sihaporas. Ada warga jadi korban, termasuk anak 3 tahun 6 bulan, tetapi yang diproses hukum polisi adalah rakyat. Dua warga, masuk penjara, sedangkan pekerja dari TPL tidak tersentuh hukum,”kata Domu.

Domu menambahkan, lahan yang diusahai TPL Sebagian tanah adat milik rakyat.

“Tanah Sihaporas misalnya, sudah 8 sampai 11 generasi, dan dijajah Belanda tahun 1913 untuk ditanami pohon pinus. Tahun 1916, peta Sihaporas terbit dalam enclave Belanda, 29 tahun sebelum Indonesia Merdeka. Tapi dimasukkan pemerintah pada konsesi TPL,”ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ini 3 Cara Mudah Kelola Minyak Jelantah

JAKARTA-Minyak goreng merupakan komoditas penting dalam kegiatan konsumsi masyarakat sehari-hari.

Jamkrindo Ajak Kejati Kejar Kredit Macet 

MEDAN-Perusahaan Umum Penjaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo) menggandeng  Kejaksaan Tinggi