Pelanggaran Adminsitrasi-Pidana Bisa Berimplikasi Pada Hasil Pilpres

Wednesday 13 Aug 2014, 5 : 13 pm

JAKARTA-Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar Prof Dr Juajir Sumardi SH, MH menegaskan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu bisa berimplikasi terhadap hasil Pilpres. Baik pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana. “Karena itu Mahkamah Konstitusi (MK)  harus cermat dalam mengambil keputusan, yang tak saja berdasarkan angka-angka, melainkan substansi dari proses Pilpres itu sendiri,” katanya dalam diskusi “Kecurangan Pilpres 2014” di Jakarta, bersama tim advokasi Prabowo-Hatta Razman Arif di Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Menurut Juajir,  dari proses tahapan pemilu dari penetapan daftar pemilih sementara sampai tetap (DPS-DPT) sampai perhitungan-rekapitulasi suara Pilpres yang bertanggung jawab adalah KPU dan Bawaslu. “Termasuk pembukaan kotak suara yang tidak diperintahkan oleh hakim MK, kalau terbukti, maka hasil Pilpres itu bisa dibatalkan demi hukum,” tambahnya.

Untuk itu, segala sengketa pemilu diselesaikan di MK, agar pemilu berlangsung secara Luber dan Jurdil. Langkah itu kata Juajir, agar pemilu yang berlangsung tak saja berdasarkan angka-angka formal, melainkan berbasis keadilan, kejujuran, keterbukaan, kebenaran substansial, dan bisa dipertanggungjawabkan. “Jangan sampai putusan MK hanya berdasarkan kebenaran formal, tapi mengabaikan kebenaran substansial,” pungkasnya.

Sementara itu Tim advokasi Prabowo-Hatta Razman Arif mengungkapkan kalau putusan MK berbeda dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), maka sama dengan membunuh konstitusi. Karena itu tim Prabowo-Hatta  tidak akan tinggal diam, melainkan akan terus melawan. “Kita tak akan tinggal diam, kalau sampai putusan MK berbeda dengan putusan DKPP. Kita akan terus melawan,” tantang Razman.

Sebab kata Razman, kecurangan itu sudah terjadi secara TSM, dari penetapan DPT yang semula diumumkan 190.307.69 orang dinaikkan 2 % menjadi 194.113.532 orang dan terakhir menjadi 194.252.543 orang. “Menurut UU Pilpres No.42/2008 satu kertas suara saja dicetak lebih, itu sudah merupakan pelanggaran pidana. “Tambah lagi pembukaan kotak suara tanpa perintah hakim, maka ancamannya 5 tahun dan 6 bulan penjara,” ungkapnya.

Belum lagi lanjut Razman, ternyata di 14 Kabupaten di Papua tidak ada Pilpres. Karena itu dia berharap putusan DKPP harus lebih dulu dari MK, mengingat putusannya tersebut akan mempengaruhi putusan MK. “DKPP harus terlebih dahulu memutuskan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu, karena akan mempengaruhi putusan MK,” pungkasnya. (ek)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

120 Industri Jadi Pelanggan Baristand Industri Medan

JAKARTA-Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Medan, salah satu unit

Bank Mandiri Alokasikan Capex 130 Juta Dollar AS

JAKARTA-Bank Mandiri mengalokasikan belanja modalnya (capex) sebesar 130 juta  dollar