Pembahasan RUU EBT Lambat, Pengamat Duga Kepentingan Oligarki Terganggu

Tuesday 13 Jun 2023, 8 : 06 pm
diskusi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR dengan tema “RUU EBT untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan Adil dan Berkelanjutan
diskusi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR dengan tema “RUU EBT untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan Adil dan Berkelanjutan

JAKARTA-Lambatnya pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dan transisi energi diduga akibat banyaknya kepentingan pengusaha energi di lingkaran oligarki dan pemerintahan selain belum ada road map energi nasional.

Hal itu terungkap dalam diskusi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR dengan tema “RUU EBT untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan Adil dan Berkelanjutan. Turut jadi narasumber pada acara diskusi itu Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Dyah Roro Esti Widya Putri dan Diah Nurwitasari dari Fraksi PKS selain pengamat energi Ali Achmudi Achyak dari Center for Energy Security Studies dan peneliti tambang Ferdy Hasiman dari Alpha Research Database Indonesia, Selasa (13/6/2023).

Dyah Roro Esti Widya Putri mengakui pada tahun 2020 RUU EBT yang sangat terkat dengan transisi energi itu sudah masuk di dalam program legislasi nasional (prolegnas).

Bahkan Komisi VII DPR telah melakukan berbagai tahapan dan menerima audiensi lebih dari 20 institusi berkaitan isu energi.

Pihaknya juga telah membuka ruang untuk publik berpartisipasi di dalam perumusan kebijakan dengan niat bagaimana mengedepankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan lingkungan hidup.

Hanya saja dia menegaskan bahwa energi bersih atau transisi energi harus punya payung hukum yang jelas.

“Selama ini energi ramah lingkungan selalu kalah dengan energi fosil yang jauh lebih kompetitif dan kami memandang kita butuh payung hukum untuk membantu mempercepat proses transisinya,” ujarnya.

Politisi muda Partai Golkar itu menegaskan Indonesia terlalu nyaman dengan situasi saat ini dan kurang ada semangat untuk berubah.

Sementara itu, peneliti tambang Ferdy Hasiman menduga kalangan oligarki dan pejabat pemerintah menjadi penghalang proses transisi dan percepatan atas pembahasan RUU EBT.

Ferdy mengataan bahwa sejumlah pemain besar di sektor energi ada di pemerintahan.

Menurut Ferdy, perusahaan-perusahaan tersebut telah berinvestasi banyak di sektor batu bara, namun ketika ada dorongan untuk transisi ke energi bersih maka mereka akan kehilangan kenyamanan yang telah dinikmati selama ini.

“Kalau dilakukan transisi energi maka mereka para pemain batu bara ini selesai. Mereka adalah pemain top ten (sepuluh besar) pemain energi terkaya di Indonesia,” ujarnya.

Ferdy juga mengatakan saat ini pemerintah belum punya road map untuk transisi energi dan seperti apa target-target peralihan dari sumber energi kotor ke sumber energi bersih tersebut.

Kondisi itulah, katanya, yang menyebabkan lambatnya pembahasan RUU EBT sehingga sulit untuk diharapkan akan terjadi transisi energi dalam waktu dekat ini.

Sedangkan Diah Nurwitasari mengatakan ada kesan pemerintah hanya membangun citra menjelang pertemuan puncak G-20 di Bali dengan mengusung tema energi baru terbarukan melalui pembahasan RUU EBT.

Faktnya usai pertemuan akbar itu pemerintah tidak serius dalam mendorong pembahasan produk legislasi itu dengan mengirim DIM meski RUU itu telah lama masuk dalam Prolegnas.

Dia menilai lambatnya transisi energi telah dimamfaatkan oleh investor swasta asing untuk menggarap berbagai sektor energi.

Karena itu dia meminta pemerintah lebih serius untuk membahsa RUU tersebut.***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Perlu Pertimbangkan Dampak Merger Bank BUMN

JAKARTA – Wacana menggabungkan atau merger bank-bank BUMN harus dipikirkan secara

Pemerintah Investigasi Kontak Tiga Kasus Hepatitis Akut Anak

JAKARTA-Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan Kemenkes