JAKARTA-Pemerintahan Jokowi-JK dinilai kurang serius dalam mengelola utang luar negeri. Bahkan diam-diam pemerintah telah menggunakan dana pinjaman darurat dari Bank Dunia (World Bank) dan ADB. Namun sayang dana itu bukan digunakan untuk peruntukan yang tepat. “Padahal dana itu hanya boleh digunakan jika terjadi bencana alam ataupun krisis keuangan dan krisis ekonomi yang sangat parah di Indonesia,” kata Presiden Negarawan Center Johan O Silalahi dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (14/3/2016).
Menurut Johan, pemerintah sudah mencairkan pinjaman Deferred Drawdown Option (DDO) sekitar US$5 billion. Oleh karena itu Indonesia tidak lagi memiliki dana cadangan darurat (DDO) di World Bank dan ADB karena telah dicairkan. “Padahal dana itu hanya boleh digunakan jika terjadi bencana alam ataupun krisis keuangan dan krisis ekonomi yang sangat parah di Indonesia,” tambahnya.
Hutang Indonesia, kata Johan, meledak dalam setahun. Bahkan diprediksi sama jumlahnya dengan hutang total Indonesia selama dipimpin oleh seluruh Presiden Indonesia sejak Presiden Soekarno. “Dapat dibayangkan berdasarkan data Depkeu Januari 2016, sekitar 76% pendapatan pajak Indonesia habis dipergunakan hanya untuk membayar cicilan pokok hutang dan bunganya,” paparnya.
Lebih jauh Johan meminta pemerintah jangan lagi mengikuti jalan yang salah, seperti yang telah dilakukan negara-negara lain yang ratio hutangnya terhadap GNP negaranya sampai ratusan persen. “Agresifnya pembangunan infrastruktur sangat berisiko membahayakan masa depan bangsa dan negara. Karena ikut dibiayai dengan hutang luar negeri jangka pendek dan menengah, sementara investasi infrastruktur itu merupakan jangka panjang,” terangnya.
Yang telah terjadi di depan mata adalah, kata Johan, mismanajemen pengelolaan hutang negara. Akibat semakin memburuknya ekonomi dunia yang tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah. “Ditambah lagi harga minyak yang semakin jatuh, pendapatan pajak yang meleset jauh dari target, serta berbagai kegagalan lainnya, maka diprediksi dalam 2-3 tahun kedepan,” jelasnya lagi.
Dikatakan Johan, Indonesia akan terjerat dalam jebakan hutang yang sangat besar karena percepatan pertumbuhan hutang yang sangat dahsyat. “Dampaknya mengakibatkan kesulitan likuiditas keuangan negara dan pada akhirnya akan menciptakan krisis ekonomi yang sangat berat di Indonesia,” pungkasnya. **aec