JAKARTA-PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) selama enam bulan pertama tahun ini mampu membukukan laba bersih mencapai USD351 juta atau bertumbuh 153 persen (year-on-year).
Menurut Presiden Direktur ESSA, Vinod Laroya dalam keterangan resmi perseroan yang dilansir di Jakarta, Rabu (27/7), kinerja positif ESSA juga tercermin dari pencapaian EBITDA di Semester I-2022 sebesar USD171 juta atau meningkat 183 persen (y-o-y), berkat operasi yang kuat dan kondisi pasar yang menguntungkan.
Dia menyampaikan, kondisi pasar komoditas global mengalami kenaikan harga yang tajam, seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi dunia yang sedang berlangsung.
Harga komoditas tetap tinggi, karena kendala pasokan yang terus berlanjut akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pada Semester I-2022, harga realisasi amonia telah melonjak 145 persen (y-o-y) menjadi USD908 per metrik ton (MT), sedangkan harga LPG meningkat 50 persen (y-o-y) menjadi USD821/MT.
Vinod mengatakan, harga amonia di AS dan Eropa mulai melonjak, sejalan dengan peningkatan permintaan pasca pandemi Covid-19 sejak Kuartal IV-2021.
Semakin terbatasnya pasokan gas di Eropa membuat harga tetap tinggi, sehingga berdampak langsung terhadap biaya produksi amonia.
Sejalan dengan harga global, harga amonia di Asia telah stabil pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebesar USD1.000/MT.
“Kami dengan senang hati mengumumkan peningkatan pendapatan yang luar biasa, berkat keunggulan operasional yang konsisten, didukung oleh harga amonia dan LPG yang lebih tinggi,” ujar Vinod.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, ESSA telah memanfaatkan kas lebih tinggi untuk mengurangi beban utang, yang tujuannya untuk menciptakan neraca perseroan yang lebih kuat, dengan rasio utang terhadap ekuitas sebesar 1,1 kali.
“Pada masa mendatang, kami tetap optimistis dengan peluang pertumbuhan baru di industri hilir gas, seiring munculnya blue ammonia sebagai alternatif bahan bakar rendah karbon yang seirama dengan meningkatnya kepedulian terhadap keberlanjutan global,” tutur Vinod.
