Pengamat: Kasus Jakarta Post Bukti Ketidakpedulian Kita Pada Pers

Saturday 13 Dec 2014, 8 : 03 pm
by

SEMARANG-Pengamat Komunikasi Unika Soegijapranata Algooth Putranto melihat kinerja polisi dalam menangani kasus pers adalah akibat ketidakpedulian semua pihak dalam memperjuangkan kebebasan pers. Saya catat dalam dua kasus di tahun ini yaitu Obor Rakyat dan Jakarta Post, polisi sebagai aparat yang berhubungan langsung dengan masyarakat sipil menetapkan dasar hukum dua kasus pemberitaan seperti orang bingung,” ujar Algooth yang juga Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata, Semarang ini, Sabtu (13/12) .

Kebingungan tersebut tidak bisa dihindari karena setelah UU Pers yang bersifat lex specialis diteken tahun 1999 sampai sekarang belum ada Peraturan Pemerintah yang menjadi petunjuk pelaksanaan UU sehingga sengketa pemberitaan selalu menimbulkan debat kusir. Kerap kali dengan alasan praktis polisi dalam penyelesaian sengketa pemberitaan selalu berdasarkan hukum positif yang ada yaitu KUHP dan menomorduakan adanya UU Pers yang diteken Presiden Gus Dur untuk melindungi kerja jurnalistik,” paparnya.

Memang benar, lanjutnya, bahwa dua tahun lalu institusi memiliki Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani Kapolri dan Dewan Pers dengan disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) terkait laporan pidana produk jurnalistik pada acara Hari Pers Nasional di Jambi.

MoU tersebut jelas menyebutkan bila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, maka penyelesainnya mendahulukan UU Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.

Kemudian terdapat pasal yang menyebutkan bila Polri menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan pers, dalam proses penyelidikan dan penyidikan berkonsultasi dengan Dewan Pers.

Tidak heran dalam kasus Obor Rakyat yang oleh Dewan Pers disebut sebagai bukan produk pers, polisi justru menjerat dengan UU Pers yang kemudian karena diprotes lalu dijanjikan jerat lain. Sementara dalam kasus karikatur Jakarta Post yang secara jelas adalah produk pers justru jerat yang langsung digunakan adalah pasal pidana.

Menurut dia sikap polisi yang kebingungan dalam sengketa pemberitaan mungkin terlihat konyol namun jika ditelaah lebih jauh dalam hukum positif status MoU pada dasarnya merupakan perjanjian pendahuluan yang mengatur dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum membuat  perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat para pihak pada nantinya. Hukum Perdata jelas memasukkan MoU itu pendahuluan perikatan, isi MoU hanya memuat hal-hal yang paling penting, bersifat sementara, tidak ada kewajiban yang memaksa untuk dibuatnya kontrak atau perjanjian terperinci. Ini yang kita sepertinya terlena berpikir adanya MoU itu sudah menjadi dasar kuat,” ujar Algooth.

Payahnya, lanjutnya, sampai sekarang Dewan Pers yang dibiayai pemerintah dari pos Kominfo tidak pernah secara jelas memiliki rekam kinerja dalam menindaklanjuti MoU tersebut. Pada sisi lain DPR dan Pemerintah juga segan bertanya pada Dewan Pers. Asosiasi jurnalis seperti PWI dan AJI hingga perguruan tinggi termasuk saya pun selalu lupa menagih tindak lanjut MoU tersebut. Kasus Jakarta Post dan Obor Rakyat adalah hasil ketidakpedulian kita semua memperjuangkan kemerdekaan pers,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Maret 2014, Ekspor Naik 3,95% dan Impor Naik 5,42%

JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor dan impor Indonesia

BI Terbitkan Penyempurnaan Uang Muka Properti dan Kredit Motor

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) melonggarkan kebijakan makroprudensial melalui relaksasi Rasio Intermediasi