Pengembangan Proyek 35 Ribu MW Rawan Penyimpangan

Kamis 7 Jan 2016, 6 : 14 pm
by
Ilustrasi Diskusi Listrik 35 Ribu MW/dok tribunnews.com

JAKARTA-Keinginan pemerintah merampungkan megaproyek infrastruktur ketenagalistrikan sebesar 35 ribu mega watt (MW) hingga 2019 mesti dibarengi dengan pemahaman masalah hukum. Pasalnya, mega proyek yang diperkirakan menelan anggaran hingga ribuan triliun tentu rawan penyimpangan. Makanya di sinilah pentingnya peran Tim Pengawalan dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Infrastruktur Ketenagalistrikan. “Jadi percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan 35 ribu MW itu harus bebas KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme),” tandas Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PT PLN (Persero), Nasri Sebayang saat acara Forum Strategis Nasional TP4 Infrastruktur Ketenagalistrikan di Jakarta, Kamis (7/1).

Menurut dia, pelaksanaan proyek 35 ribu MW memang harus dilakukan dengan dengan integritas tinggi agar terhindar dari jeratan hukum. Sehingga percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan itu tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) atau tata kelola yang baik.

Seperti diketahui, pemerintah memang telah berkomitmen untuk mendongrak pasokan listrik sebesar 35 ribu MW dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Sepanjang 5 tahun ke depan, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit; masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW. Megaproyek ini dipeekirakan membutuhkan dana investasi lebih dari Rp 1.127 triliun.

Menurutnya, pemerintah menempatkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai salah satu program prioritas pemerintah tertuang dalam program strategis nasional (PSN). Sehingga bagi PLN, pihak manajemen tentu harus menggenjot governance-nya agar lebih solid tanpa mengurangi kecepatannya. “Kami punya proyek ribuan triliun, kalau tanpa ada pengawasan maka setiap saat pasti akan dibelokkan. Ini merupakan satu keniscayaan yang tidak boleh dinafikan,” tandasnya.

Ia melanjutkan, bercermin dari pelaksanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebelumnya yaitu pada pembangunan proyek fast track program (FTP) I dan FTP 2 banyak mengalami kendala. Untuk itu, pihaknya akan menjadikan hal itu sebagai bahan pelajaran untuk melangkah dan mengantisipasi menuju pencapaian yang lebih baik.

Ia mengurai beberapa permasalahan dalam pembangunan FTP I dan II yang menyebabkan beberapa proyek infrastruktur mengalami keterlambatan. Pertama, permasalahan terkait pembebasan lahan. Kedua, kontraktor yang tidak perform karena masalah keuangan, kehandalan, dan kemampuan pengembang dalam membangun pembangkit listrik. Ketiga, lamanya proses perizinan yang menyebabkan terganggunya proses konstruksi.  “Dan beberapa permasalahan di antaranya bermuara pada permasalahan hukum yang sama sekali tidak kami inginkan. Dan untuk antisipasinya, butuh peran kementerian/lembaga terkait,” kata dia.

Makanya, ia menambahkan, keberhaailan proyek ini tak hanya terlihat dari fisiknya. Tapi juga seluruh proses pengembangan proyek ini bisa berhasil. “Serta mengikuti tata aturan hukum yang berlaku,” imbuhnya.

Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan, Bambang Waluyo menambahkan, kebijakan untuk membangun proyek pembangkit listrik 35 ribu MW itu sangat baik. “Makanya kami dari Kejagung ikut terlibat agar prosesnya berjalan dengan baik dan sesuai aturan hukum. Apalagi ini proyek besar dan menggunakan uang negara, sehingga dari sisi hukum harus dikawal agar tidak terjadi kebocoran,” tandas dia. (TMY)

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Penerbit Faktur Pajak Fiktif Didenda Rp337 Miliar

JAKARTA-Seorang penerbit faktur pajak fiktif, Lin Hok Cung, telah dijatuhi

Kenaikan Harga Referensi CPO Melesat Lampaui Batas Threshold

JAKARTA-Harga referensi produk crude palm oil (CPO) untuk penetapan bea