Petrus: Surat Terbuka KGBAKI ke MK Bentuk Intervensi Yang Diharamkan UU

Sunday 2 May 2021, 8 : 49 pm
by
Petrus Salestinus, Koordinator TPDI dan Advokat PERADI di Jakarta

JAKARTA-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai surat terbuka Guru Besar Antikorupsi Indonesia (KGBAKI) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk campur tangan pihak lain diluar kekuasaan kehakiman yang dilarang Undang-Undang (UU).

Karena itu, surat terbuka tersebut harus dicabut.

Sebelumnya, KGBAKI, berjumlah 51 Guru Besar yaitu Prof. Emil Salim dkk telah mengirimkan Surat Terbuka tertanggal 30 April 2021 kepada MK.

Surat tersebut isinya memohon agar MK mengabulkan Permohonan Uji Materiil Revisi UU KPK.

Alasannya, pemberantasan korupsi sedang berada di ujung tanduk, sebagaimana dapat kita lihat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 lalu.

Menurut Petrus, surat KGBAKI, jelas merupakan sebuah bentuk campur tangan pihak lain di luar kekuasaan kehakiman.

Hal ini dilarang dan diancam dengan pidana penjara oleh UU.

Karena telah mencampuri urusan peradilan  yang diselenggarakan sebuah Kekuasaan Kehakiman yaitu MK dalam perkara Uji Materiil UU No. 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap UUD 45.

“Para Profesor yang tergabung dalam KGBAKI itu, adalah tokoh-tokoh hebat yang mungkin sedang frustasi melihat gagalnya dunia pendidikan yang mereka pimpin selama ini. Tidak lagi melahirkan orang-orang hebat dengan kualifikasi memiliki integritas moral dan kejujuran yang tinggi dalam memimpin Lembaga Negara, apalagi Lembaga Penegak Hukum, yang semakin merosot moralitasnya,” tegasnya.

Harus Dicabut

Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) UU No. : 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, ayat (2) : “segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945”; dan ayat (3): “setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimakksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

KGBAKI, terdiri dari orang-orang hebat yang memiliki reputasi dan diakui dunia Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.

Namun sangat disayangkan karena KGBAKI, bukan sebagai pihak dalam perkara Permohonnan Uji Materil Revisi UU KPK terhadap UUD 1945, sehingga Surat Terbuka yang sudah dikirim kepada MK meskipun dengan tujuan baik, akan tetapi sifat melawan hukumnya tetap melekat sebagai tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara.

Apalagi, dikhawatirkan ada Guru Besar yang memiliki kedekatan emosional dengan 9 Hakim Konstitusi, entah sebagai kolega sesama Guru Besar, sebagai bekas Mahasiswa dan/atau sesama dalam Asosiasi Guru Besar Indonesia.

Sehingga hal itu bisa melahirkan konflik kepentingan di antara Hakim Konstitusi, yang pada gilirannya mengganggu kemandirian peradilan di MK dalam memutus perkara Uji Materiil dimaksud.

Wajib Tunda Persidangan

Oleh karena itu, MK harus mengklarifikasi terlebih dahulu Surat Terbuka dimaksud, karena Surat Terbuka dimaksud, meminta agar Hakim Konstitusi dalam putusannya mengabulkan Permohonan Ujii Materiil Revisi UU KPK, yang jelas menunjukan sebuah campur tangan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman, sehingga berdampak mengganggu kemandirian Hakim Konstitusi.

Petrus menilai Surat Terbuka dimaksud, dipastikan telah mengganggu independensi Hakim Konstitusi dan menciptakan konflik interest pada diri sebagian Hakim Konstitusi.

Oleh karena, KGBAKI wajib menarik kembali Surat Terbuka dimaksud.

Dan Hakim Konstitusi harus menegaskan pendiriannya yaitu menolak dan menyatakan tidak terpengaruh dengan Surat Terbuka dimaksud, sebelum putusan perkara dibacakan Hakim Konstitusi.

Jika tidak, maka Hakim Konstitusi wajib untuk mengundurkan diri dari persidangan perkara Uji Materiil Revisi UU KPK tersebut.

Karena konflik interest di antara Hakim Konstitusi, Panitera dll tidak terelakan lagi, sementara urgensi persidangan perkara Uji Materiil harus diputus segera.

“Jika dipandang perlu, Hakim Konstitusi melapor kepada Polri, 51 (lima puluh satu) Guru Besar penandatangan Surat Terbuka untuk diproses pidana, karena ingin selamatkan  KPK tetapi hendak merusak Hakim Konstitusi dan MK,” tuturnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Founder Perfekto untuk Indonesia

Erick Thohir Penentu Pilpres 2024

Oleh: Amir Faisal Nek Muhammad Mencermati arah perkembangan pilpres 2024

Bea Cukai Awasi Implementasi Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya

JAKARTA-Pemerintah memutuskan melarang sementara ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan