Politik Uang Pemicu Pemilu 2014 Amburadul

Friday 2 May 2014, 7 : 27 pm
by

JAKARTA-Pesta demokrasi lima tahunan rakyat Indonesia pada 9 April 2014 lalu sangat amburadul alias tak berjalan sebagaimana mestinya. Pasalnya, praktik kecurangan dan politik uang sangat dominan pada pemilihan legislatif lalu. Dengan demikian, bisa dipastikan, kualitas wakil rakyat periode 2014-2019 yang dihasilkan tidak lebih baik dari lima tahun sebelumnya.

Penilaian ini disampaikan oleh senator, kaum akademisi hingga pakar politik pada Talk Show DPD RI Perspektif Indonesia bertajuk  “9 April 2014: Pemilu atau Pemilu (Pembuat Pilu?)” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (2/5).

Hadir sebagai pembicara Senator dan calon anggota DPD RI periode 2014-2019 asal Papua, Yohanes Sumino, Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Politk UI dan FISIP Universitas Muhamadiayah Jakarta, dan Guru Rumah Perkaderan Monash Institut, Semarang Mohammad Nasih dan Direktur Riset MAARIF Institut for Culture and Humanity, dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Ahmad Fuad Fanani.

Menurut Direktur Riset MAARIF Institut for Culture and Humanity, Ahmad Fuad Fanani, Pemilu 9 April lalu menjadi pemilu yang paling bermasalah pasca reformasi. Sebab, banyak pelanggaran pemilu terjadi.

Selain itu, pemilu kali ini juga diwarnai maraknya serangan fajar atau politik transaksional hingga kanibalisasi antar caleg dalam satu partai. “Persoalan politik uang dalam pemilu kemarin memang sangat memprihatinkan. Jika kita perhatikan secara seksama ternyata yang menjadi pemenang pemilu sejatinya adalah golput, bukan PDI Perjuangan,” ujarnya.

Tak hanya itu, kenaikan partai Islam pada Pileg 2014, menurut Fanani, juga merupakan dinamika politik yang tak hanya berdampak secara internal partai Islam, tapi juga secara eksternal. “Secara internal, partai Islam akan semakin percaya diri menetukan perpolitikan di Indonesia. Partai Islam ternyata tetap memilki tempat di masyarakat dan sangat relevan dengan sistem politik di Indonesia,” katanya.

Senada dengan Fanani, Senator asal Papua, Paulus Yohanes mengaku politik uang merusak kualitas demokrasi di Indonesia. Berdasarkan pengalamannya pelaksanaan Pemilu 2014 membuat proses demokrasi tak berjalan maksimal alias amburadul. “Menurut pengalaman saya pemilu kemarin adalah pemilu yang sangat buruk. Karena banyak terjadi money polytic sehingga proses demokrasi tidak berjalan semestinya,” jelasnya.

Kendati demikian, terkait adanya eskalasi poltik yang menyebutkan adanya partai Islam dan partai nasional, dirinya menegaskan seharusnya tak ada pengkotak-kotakan antara kedua partai tersebut. “Sekarang tidak  ada partai Islam dan partai nasional. Jangan dicar-cari alasan untuk itu,” ujar Paulus, menanggapi kemenangan PKS di Papua yang mayoritas penduduknya beragama Katholik.

Sementara itu, pengajar Program Pasca Sarjana Ilmu Politik UI, Mohammad Nasih menilai,  pelanggaran pemilu melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan dalam pemilu, baik parpol, caleg, penyelenggara pemilu maupun masyarakat pemilih. “Mayoritas caleg menjadi kelompok Golput baru dengan arti baru yaitu golongan penerima-penerima uang tunai,” pungkasnya. (OCTA HAMDI)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pada 2019, Anggaran Kemendes PDTT Rp4,3 Triliun

JAKARTA-Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pada

Majikan Adelia Bebas, JBMI: Ini Bukti Perbudakan Modern Dilegalkan Pemerintah Malaysia

JAKARTA-Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), aliansi yang beranggotakan organisasi-organisasi massa