RBS Memandang Positif Pertumbuhan Indonesia di 2013

Thursday 18 Apr 2013, 3 : 26 pm
by
The Royal Bank of Scotland

JAKARTA-Ekonom dari The Royal Bank of Scotland (“RBS”) untuk Asia Tenggara, Enrico Tanuwidjaja memandang positif pertumbuhan Indonesia akan membaik pada tiga kuartal ke depan karena adanya dorongan yang lebih tinggi dari belanja dalam negeri dan pemulihan ekspor di paruh kedua tahun ini.

Enrico mengatakan bahwa di 2013, RBS mengharapkan peningkatan pertumbuhan Indonesia menjadi 6,5% dari 6,2% tahun lalu.

“Upaya pemerintah menjelang pemilihan umum 2014 mendatang, pengeluaran infrastruktur yang makin tinggi serta peningkatan upah minimum pekerja sepertinya akan menjadi faktor kunci pertumbuhan tahun ini, dan kita mungkin akan melihat dampaknya pada kuartal ketiga dan seterusnya. Pertumbuhan akan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yakni 6,3% (yoy). Hal ini dikarenakan aliran pembayaran dari anggaran tahun lalu yang kemungkinan dipercepat,” jelasnya.

Neraca perdagangan diperbesar menjadi US$327 juta pada Februari 2013 dari defisit sebesar US$171 juta pada Januari karena penurunan volume ekspor.

Membesarnya neraca perdagangan sebagian besar didorong oleh defisit neraca minyak dan gas yang disebabkan oleh permintaan energi yang stabil.

Tren ini kemungkinan akan berlanjut dan RBS memprediksi waktu yang sedikit lebih lama sebelum defisit akun berjalan akan menyempit.

Pembatasan impor akan produk-produk hortikultura menyebabkan inflasi dan kembali mengalami lonjakan yang nyaris menyentuh 6% pada bulan Maret (yoy).

Akan tetapi, inflasi inti cenderung terus lebih rendah meskipun adanya peningkatan upah minimum pekerja di Jakarta pada bulan Januari tahun ini.

“Kami melihat peningkatan tingkat inflasi hanya bersifat sementara karena lonjakan pada bulan Februari dan Maret tidak disebabkan oleh masalah struktural tetapi karena kebijakan perdagangan yang dapat berubah-ubah setiap waktu,” komentar Enrico.

“Sebagai tambahan, peningkatan upah minimum saat ini hanya berlaku di Jakarta dan sekitarnya, serta hanya pada perusahaan-perusahaan besar (yang secara efektif telah membayar di atas upah minimum). Baru-baru ini, kami menaikkan prediksi inflasi kami menjadi 5,2% dari 5,0% karena inflasi lebih tinggi dari yang telah diprediksikan pada Februari dan Maret.

Tak Perlu Khawatir Terjadi Overheating< Dengan penunjukkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai Gubernur Bank Indonesia yang baru, RBS melihat transisi ini tidak akan banyak memberikan dampak pada manajemen kebijakan moneter. Sentimen yang tampak dari investor secara umum positif sejak Agus Martowardojo dinominasikan atas jabatan tersebut. Akan tetapi, ada kebutuhan pengawasan yang lebih dalam terkait kondisi likuiditas dan pergerakan mata uang asing di Indonesia. Kenaikan yang cukup tajam atas loan-to-deposit ratio (LDR) telah memunculkan kekhawatiran akan adanya overheating.

Enrico menambahkan, “Hal ini dilakukan sesuai regulasi untuk menjaga supaya LDR tidak jatuh di bawah 78%. Walaupun kebijakan ini dapat memberikan dampak kepada kualitas kredit dan memunculkan kekhawatiran investor, kami percaya bank-bank di tanah air memiliki kecukupan modal yang baik. Non-performing loans (NPL) masih dalam kondisi baik dan bank-bank memiliki hampir 80% pembiayaan yang didapat dari kenaikan simpanan. Hal ini dapat menepis kekhawatiran atas overheating.

Bank-bank di Indonesia telah melaporkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratios / CAR) yang jauh di atas angka minimum yakni 8%, dengan aturan baru yang mengharuskan tingkat CAR ditetapkan sampai 14%, sementara NPL berada di angka 2%.
Meski demikian, RBS menyebutkan bahwa Bank Indonesia perlu memperketat kondisi likuiditas domestik dengan menaikkan tingkat FASBI. Tujuannya untuk menghindari risiko kenaikan inflasi yang tidak terkendali, sehingga tingkat FASBI tidak naik mendahului kebijakan yang ditetapkan BI pada akhir kuartal tahun ini. BI rate akan berada di angka 5,75%.

“Ketertarikan asing atas saham dan obligasi di Indonesia masih dalam kondisi sehat, dengan kondisi pasar ekuitas naik lebih dari 13% (dalam USD) dan kepemilikan asing atas obligasi di Indonesia sekitar 32%. Oleh karena itu, ada sedikit kemungkinan tekanan pelemahan atas Rupiah sampai akhir semester pertama 2013. Namun, perkembangan positif ekonomi Indonesia akan membuka jalan bagi Rupiah untuk menguat menuju 9500 pada akhir 2013,” ungkap Enrico.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Baru Capai Progres 78%, PTPP Yakin Maritime Tower Bisa Selesai di Kuartal III-2021

JAKARTA-Meski progres pembangunan Maritime Tower baru mencapai 78,31 persen, namun

Industri Nasional Harus Mampu Menguasai Pasar ASEAN

JAKARTA-Industri nasional didorong untuk terus meningkatkan daya saingnya sehingga mampu