Oleh: Ferdinand Hutahaean
Publik yang sudah berpuas sesaat ketika politikus senior Partai Golkar, Setya Novanto menyatakan mundur dari kursi Ketua DPR RI sepertinya harus kecewa setelah mengetahui bahwa apa yang terjadi tersebut sesungguhnya hanyalah sebuah dagelan tidak lucu bertajuk pengunduran diri.
Bila kita cermati perkembangan yang sedang berproses sepertinya Setya Novanto tidak mendapat hukuman apapun atas skandal Saham Freeport. Ini tentu sangat bertolak belakang dengan suara publik yang meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR harus menghukum Setya Novanto dengan hukuman berat. Tak janya itu, public juga mendesak MKD memberhentikan Setya Novanto dari DPR, bukan sekedar mundur dari kursi ketua DPR. Inilah dagelan yang tidak lucu. Tidak divonisnya Setya Novanto, tentu akan berdampak pada laporan pencemanarn nama baik politisi Golkar ini oleh Sudirman Said.
Dagelan yang tidak lucu itu dengan actor utamanya adalah MKD. Lembaga pengadilan etik DPR ini tidak menyelesaikan sidangnya dan tidak menjatuhkan vonis kepada Setya Novanto dalam sebuah keputusan, sehingga laporan Sudirman Said hingga saat ini tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar etika karena tidak ada vonis.
Seolah tujuan sidang MKD hanya untuk memundurkan Setya Novanto dari kursi ketua DPR. Padahal bukan itu tujuannya.
Drama komedian bertajuk sidang etik ‘papamintasaham’ ini semakin memperlihatkan kejenakaannya. Betapa tidak, setelah Setya Novanto mundur, masih tetap sebagai anggota DPR. Bahkan mendapat hadiah sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR. Dengan demikian apa yang terjadi saat ini hanya sebuah dagelan yang tidak lucu dan merupakan hasil dari sebuah kompromi besar antar pemangku kepentingan dan pemangku kekuasaan. Akhirnya sekali lagi publik ditipu dengan sebuah dagelan bertajuk pengunduran diri. Sepertinya publik perlu lebih marah.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia