Tugas Berat Presiden Jokowi Datang Dari Sektor Migas

Tuesday 18 May 2021, 5 : 21 pm
by
Salamudin Dang
Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta

Oleh: Salamuddin Daeng

Sektor migas adalah sektor paling sial dalam setengah dekade terakhir. Harga minyak rendah, investasi minyak merosot, iklim investasi yang merosot karena tuntutan isue perubahan iklim.

Ke depan bank dan institusi keuangan tidak akan lagi membiayai migas seiring kemajuan perjanjian perubahan iklim. Jangan diremehkan!

Setengah dekade yang menandai mendung sektor migas ini tidak ada terobosan yang dilakukan para pembantu presiden.

Padahal migas sejauh ini masih menjadi fondasi ekonomi Indonesia, namun dibebani oleh masalah impor minyak yang besar.

Sisi lain regulasi migas di Indonesia tumpang tindih dan amburadul. Demikian juga organisasi migas pemerintah sangat komplicated.

Menteri ESDM pembantu Presiden seolah berpangku tangan. Padahal Dia sudah berjanji akan menaikkan produksi minyak hingga 1 juta barel sehari.

Sekarang produksi minyak hanya stagnan di 700 ribu barel sehari baik diurus maupun tidak diurus, ada menteri, ada Dirjen Migas maupun tidak ada tampaknya sama saja.

Produksi tetap segitu, merosot.

Sementara aturan yang dapat menopang kemajuan investasi dan produksi migas tidak kunjung di perbaiki.

Menteri ESDM tampaknya masih belum berbuat apa apa walaupun UU omnibuslaw cluster energi telah disyahkan dan di dalamnya ada revisi UU Migas.

Namun sampai sekarang menteri ESDM belum melakukan apa apa. Tampaknya masih gamang seperti sebelum sebelumnya.

Sejauh ini masyarajat belum tau apa yang dilakukan menteri ESDM dan para pembantunya dalam menyukseskan omnibuslaw cluster energi tersebut.

Tantangan terbesar presiden Jokowi adalah selaku Co Chair dalam perundingan perubahan Iklim di scotlandia. Janji beliau untuk menurunkan emisi amatlah besar terhadap perjanjian iklim Paris.

Sementara birokrasi dibawah presiden tidak bekerja secara optimal sesuai visi presiden.

Dalam isue iklilm ini kegagalan terbesar datang dari kementerian ESDM yang ditandai bauran energi yang rendah malah justru mengarah pada maksimalisasi penggunaan batubara, inovasi tehnologi di bidang migas rendah, terobosan regulasi hampir tidak ada.

Bahkan digitalisasi menopang isue iklim global saat ini di sektor energi nasional digitalisasi ini tidak berjalan sama sekali.

Semoga segera dibenahi oleh Presiden.

Penulis adalah Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2018 Disetujui DPR

JAKARTA-Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan persetujuannya atas

MNC Asuransi Bukukan Premi Brutto Rp 82,05 M

JAKARTA-PT MNC Asuransi Indonesia mencatat total pendapatan premi brutto pada