Tunduk Pada WTO, Omnibus Law Ancam Kedaulatan Pangan

Thursday 12 Mar 2020, 5 : 10 pm
by
Ilustrasi

Para petani kecil yang sebagian besar tinggal di pedesaan dengan segala kekayaan budaya dan pengetahuan yang dimilikinya, hingga kini terus berusaha bangkit memutus ketergantungan dalam rantai produksi, membangun kesetaraan dan kerjasama seimbang antara laki-laki dan perempuan dengan keberpihakan terhadap perlindungan ekologis-ekosistem pertanian adalah sebenar-benar Investor pangan.

“Adanya Omnibus Law akan sangat mengancam kedaulatan petani dan pangan di Indonesia. Kedaulatan pangan sejatinya menempatkan petani sebagai “subyek” pembangunan pertanian dan pangan. Omnibus Law justru mengukuhkan petani sebagai obyek semata, sementara pemilik modal menjadi tuannya. Jika undang-undang ini disahkan maka rezim ini sudah mengingkari cita-cita proklamasi, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk petani didalamnya”, demikian pernyataan Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah.

Bila Pemerintah dan DPR memaksakan Omnibus Law yang mengatur kebijakan pelonggaran impor pangan diteruskan, maka hal tersebut akan berdampak serius bagi inflasi pangan dan nilai tukar rupiah.

Tercatat, bahwa Negara importir pangan akan sulit mengendalikan inflasi dan nilai tukar rupiah (ADB, 2018). Sebaliknya, negara eksportir lebih mampu mengendalikan inflasi dan nilai tukar mata uangnya. Sehingga, solusi membuka keran bagi kebijakan impor pangan dalam Omnibus Law menjadi sangat berbahaya baik bagi keberlanjutan petani dan visi pangan nasional, maupun bagi nilai tukar Rupiah di masa mendatang.

Koordinator Riset dan Advokasi IGJ, Rahmat Maulana Sidik, menegaskan, “Omnibus Law jelas mengadopsi rezim pasar bebas yang ditetapkan oleh WTO.

Terbukti dalam RUU Cipta Kerja membuka liberalisasi impor pangan seluas -luasnya menyerahkannya pada mekanisme pasar. Tentu ini membawa ancaman serius bagi keberlanjutan petani dan pangan nasional. Sementara, Negara tidak peduli dengan keberlanjutan nasib petani dan pangan nasional.

“Tidak hanya itu, membuka keran impor pangan membawa dampak serius pada inflasi pangan dan nilai tukar rupiah yang tidak stabil. Negara importir pangan akan sulit mengendalikan inflasi dan nilai tukar rupiahnya,” pungkasnya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Juara, Lagu Karya Moeldoko Jadi Lagu Wajib MIC Award 2022

JAKARTA-Pesatnya perkembangan industri musik pada era digital saat sekarang ini

Menhub: Fasilitas di Terminal 3 Ultimate BSH Harus Berfungsi Maksimal

TANGERANG-Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Jonan, mensyaratkan kelengkapan fasilitas dasar di