Karena itu, Umbu berharap sudah seharusnya upaya menghilangkan hak hak warga negara untuk mengakses ruang pesisir yang nyaman dan bersih harus dihentikan. Sebab, hal tersebut menimbulkan potensi ketidakadilan antar generasi.
“Generasi masa kini dan masa depan tidak memperoleh akses terhadap alam yang indah dan nyaman sebagaimana didapatkan oleh generasi sebelumnya,” jelasnya.
Dalam temuan WALHI NTT misalnya, saat ini banyak sekali anak yang justru memilih mandi di kolam renang sewaan karena merasa pantai sudah tidak nyaman dan layak lagi di Kota Kupang. Padahal pada awal 90-an, pesisir kota Kupang masih ramai dikunjungi warga dan menjadi tempat mandi serta rekreasi.
Karena itu WALHI NTT meminta Pemprov NTT meninjau ulang semua perijinan di kawasan pesisir di Kota Kupang dan seluruh daerah di NTT yang masuk menjadi domain pemerintah provinsi.
“Tidak mengeluarkan ijin baru untuk pembangunan hotel dan kepentingan bisnis yang berpotensi terjadinya privatisasi dan mengakibatkan tertutupnya akses public,” tegasnya.
Selain itu, WALHI NTT juga mMeminta Pemprov NTT untuk mendorong pariwisata berbasis kerakyatan tidak hanya berbasis investor. Caranya, dengan melakukan pemulihan lingkungan terhadap kawasan pesisir yang sudah rusak .
Tak hanya itu, WALHI NTT juga meminta BPN untuk berhenti melakukan pengukuran dan pengesahan lahan lahan yang termasuk dalam kawasan sempadan pantai.
“Meminta pemerintah daerah di NTT untuk meniru niat gubernur dan mereplikasi sebagai kebijakan di daerahnya masing masing,” pungkasnya.