Warga NU Tolak Swastanisasi Air

Tuesday 17 Sep 2019, 4 : 42 pm

JAKARTA – Kalangan Nahdliyin menolak pengelolaan sumber daya air oleh korporasi dengan pertimbangan air sebagai faktor produksi air dalam RUU SDA (Sumber Daya Alam). Alasannya pengelolaan itu menjadi swastanisasi air.

“FPKB itu memegang teguh komitmen untuk memprioritaskan hak-hak rakyat dalam pengelolaan SDA yang diatur RUU SDA,” kata Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Menurut anggota Komisi V DPR itu, hal itu sejalan dengan butir ketiga ‘Mabda’ siyasi PKB’ yang menyatakan bahwa PKB memperjuangkan tatanan masyarakat beradab yang sejahtera lahir dan batin.

Karena setiap warga mampu mengejawantahkan nilai-nilai kemanusiaan, yang diantaranya meliputi terpenuhinya hak-hak dasar manusia seperti pangan, sandang, dan papan.

Selain itu, FPKB menolak pendapat pemerintah untuk memasukkan pertimbangan adanya ketidakseimbangan kebutuhan dan ketersediaan air dalam pertimbangan RUU SDA.

Klausul tersebut kata Eem, menunjukkan tidak adanya upaya maksimal pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air bagi rakyat.

“Dengan adanya kemajuan teknologi, inovasi, dan konservasi ekosistem, seharusnya Pemerintah bisa menjamin upaya pemenuhan hak rakyat atas air,” jelas Neng Eem.

Karena itu, FPKB berharap revisi salah satu poin untuk mempertegas adanya kepastian hukum dan akses bagi pengawasan publik terhadap pemanfaatan air dan sumber air, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

“Jadi yang dijamin itu tidak hanya partisipasi publiknya, melainkan keseluruhan proses pemanfaatan air dan sumber air. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terbukanya peluang yang lebih besar bagi swastanisasi pengelolaan sumber daya air,” ungkapnya.

FPKB juga menyoroti Pasal 44 RUU SDA tentang perijinan dalam penggunaan sumber daya air.

Menurut Neng Eem, pasal tersebut seharusnya mempertimbangkan dan memprioritaskan kepentingan rakyat setempat.

Dengan demikian, fungsi perijinan tersebut benar-benar ditujukan untuk mengatur pengelolaan dan pendistribusian SDA yang adil dan tidak diskriminatif.

“Jangan sampai, pengaturan perijinan ini justru membatasi akses masyarakat terhadap sumber air. Tidak boleh lagi terjadi kasus dimana sumber air yang tadinya dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan sehari-hari secara gratis dan langsung dari sumber airnya, kemudian menjadi air mineral dalam kemasan yang justru harus dibeli oleh masyarakat sekitar,” tambah Neng Eem.

RUU SDA menjadi rancangan undang-undang yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia karena menyangkut kepastian penggunaan SDA setelah adanya kekosongan hukum terkait penggunaan dan pemanfaatan SDA setelah diterbitkannya keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU No 7 tahun 2004 tentang SDA.

Pada akhir Agustus lalu, sepuluh fraksi di DPR RI menyatakan persetujuannya atas Draf RUU-SDA dalam Rapat Kerja Forum Pengambilan Keputusan Tingkat I.

Selanjutnya, RUU akan dimintakan persetujuannya pada Forum Pengambilan Keputusan Tingkat II di Rapat Paripurna DPR RI.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

beban pokok penjualan KAEF di paruh pertama 2021 meningkat menjadi Rp3,7 triliun dari Rp2,9 triliun di periode yang sama 2020. Sehingga, laba bruto di Semester I-2021 menjadi Rp1,86 triliun.

Kuartal III-2022, Kinerja Keuangan KAEF Mulai Berbalik Naik

JAKARTA-Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF), David Utama

NPI Triwulan IV 2018 Surplus, Ketahanan Eksternal Terkendali

JAKARTA-Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2018 mengalami surplus