FGSBM : Kebijakan Upah Padat Karya Menunjukkan Pemerintah Pro Investor

Sunday 10 Dec 2017, 3 : 56 pm

BEKASI-Serikat Buruh Mandiri mendesak Menteri Tenaga Kerja segera mengeluarkan Keputusan tentang tata cara penangguhan upah sesuai dengan Putusan MK Np. 72 tahun 2015 sebagai pengganti KepmenakerTrans No. 231 tahun 2003. “Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia tiga tahun terakhir semakin rancu, sebab kebijakan ketenagakerjaan yang lahir semakin mempertegas bahwa pemerintah lebih berpihak pada investor dan pemilik modal,” kata Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri (FGSBM) Sukarya dalam siaran persnya, Minggu (10/12/2017).

Selain itu, Sukarya juga minta agar Menteri Tenaga Kerja segera membuat Surat Edaran yang memerintahkan seluruh Gubernur untuk melaksanaakan putusan MK No, 72 tahun 2015 dalam membahas permohonan penangguhan upah oleh pengusaha. “PerMennakerTrans No. 22 tahun 2009 tentang pemagangan, pengaturannya masih rancu. Dalam pasal 5 mengatakan bahwa Magang sama dengan pencari kerja,” ujarnya.

Kemudian dalam Pasal 22 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa Peserta melakukan pekerjaan yang sama dengan buruh tetap namun menerima upah yang berbeda karena peserta magang dianggap lebih layak hanya menerima uang saku yang pasti nominalnya dibawah UMP/UMK.

Demikian juga pekerja magang sering dipaksa lembur dengan upah lembur mati (tetap) Upah Padat Karya Kebijakan Pemerintah yang menetapkan upah padat karya di 4 daerah: Kabupaten Purwakata, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi; yang nilainya di bawah nilai upah minimum kabupaten kota (UMK) bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 88 dan 89. “UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa upah minimum adalah upah terendah yang diterima oleh pekerja/buruh yang masa memiliki kerja kurang dari satu tahun dan berfungsi sebagai jaring pengaman,” tambahnya.

Kebijakan menetapkan upah padat karya menunjukkan pemerintah sangat pro pasar dan kapitalis, serta hanya melindungi kepentingan pengusaha tanpa memperhatikan kepentingan buruh dan peningkatan kesejahteraan. “Penutupan perusahaan sektor industri ritel, keramik, pertambangan dan germent bukan karena persoalan upah minimum, tetapi lebih karena lesunya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli,” terang dia lag.

Pihaknya, kata Sukarya,
Mendesak Presiden untuk meninjau ulang (menghapus) kebijakan tentang pekerjaan magang yang tidak memberikan perlindungan dan jaminan terhadap harkat dan martabat pekerja sebagai manusia.

Mendesak Presiden RI, Menteri Ketenagakerjaan, dan Gubernur Jawa Barat untuk menghentikan kebijakan upah minimum di bawah upah minimum (UMK). Padahal pemerintah sudah menetapkan UMK yang berlaku untuk seluruh pekerja. ***

Don't Miss

Pelaku IKM Mulai Banyak Masuki Pasar Online

JAKARTA-Pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di dalam negeri dinilai
Ketua Banggar DPR, Said Abdullah

Said Abdullah: RAPBN 2023 Melanjutkan Dua Isu Strategis Nasional

JAKARTA-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyatakan setidaknya