JAKARTA-Meskipun Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75 persen sejak Februari 2012, perbankan nasional belum juga menurunkan suku bunga kreditnya.
Salah satu penyebabnya adalah tingkat bunga surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah sehingga menahan turunnya suku bunga kredit.
“Selain itu, bank terbiasa mengambil keuntungan bunga kredit dengan selisih cukup tinggi terhadap bunga simpanan,” jelas pengamat ekonomi Hidayatullah Muttaqin di Jakarta, Selasa (2/4).
Menurut dia, tingginya suku bunga kredit ini membuat bank-bank di Indonesia sulit bersaing, terutama menghadapi ASEAN Economic Community.
Karena itu, bisa dipastikan, Indonesia akan menjadi pasar potensial bagi perbankan di ASEAN nanti.
”Jumlah penduduk yang besar dan rasio kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang rendah menjadi daya tarik bagi bank ASEAN,” jelas dia.
Untuk mencegah kian meluasnnya penetrasi bank ASEAN di Indonesia kata dia maka bank-bank nasional harus memanfaatkan potensi pasar domestik.
Sebab jika tidak maka perbankan Indonesia akan menjadi korban liberalisasi.
“Berbagai sektor ekonomi Indonesia tidak siap dan tertinggal. Apalagi dengan sektor perbankan yang masih mengenakan bunga tinggi sehingga sulit bersaing dengan bank regional lainnya,” kata dia.
Secara umum jelas dia, perbankan nasional memiliki peluang besar untuk tumbuh.
Hal ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi serta populasi penduduk yang besar.
Namun potensi itu harus diwaspadai dengan hadirnya ekspansi Bank di ASEAN yang akan merebut pasar Indonesia.
“Indonesia menjadi market yang diincar bank di ASEAN sebagian besar akan mengincar pasar domestik di dalam negeri, dan kita harus berhati-hati agar tidak menjadi tamu di negeri sendiri karena bahaya,” kata dia.