AM Putut Prabantoro: Ketahanan Nasional Berawal Dari Mulut

Friday 26 Jul 2019, 6 : 39 pm
by
Limaratus mahasiswa baru Politeknik Pariwisata Medan (Poltekpar Medan) berfoto bersama dengan jajaran pimpinan dan pembicara, di Kampus Poltekpar, Medan, rabu (25/07/2019). Nampak Staf Ahli Kementerian Pariwisata Bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata Dr. Anang Sutono, MM.Par, CHE (tengah), Direktur Poltekpar DR Anwar Masatip MM.Par (kaos abu-abu) dan Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro yang juga Konsultan Komunikasi Publik (pakaian hitam

Berbagai macam makanan tradisional Indonesia, diuraikannya lebih lanjut, ada karena kayanya sumber makanan dan tumbuhan yang ada di Indonesia dan tidak ada di negara lain. Seperti rempah-rempah tidak ada di Eropa. Karena kebutuhan pasar, budi daya tumbuhan asli Indonesia akhirnya dilakukan.

Namun dengan berkurang minat terhadap makanan tradisional Indonesia, orang merasa tidak perlu lagi melakukan budi daya tumbuhan asli Indonesia yang merupakan bahan untuk makanan tradisional Indonesia. Sebagai akibat adalah, Indonesia akan mengimpor bahan makanan yang tidak ada di Indonesia untuk memenuhi tuntutan kebutuhan material dasar atau bahan dasar pembuat makanan nontradisional Indonesia.

“Adalah penting bagi mahasiswa pariwisata dan pelaku usaha untuk berkomitmen mencintai dan memelihara makanan tradisional Indonesia. Ketahanan nasional tidak mungkin akan terwujud jika bangsa Indonesia mengimpor bahan pangan berupa hasil tanaman yang tidak hidup dalam iklim Indonesia. Makanan tradisional Indonesia merupakan salah satu kekayaan kuliner Indonesia yang merupakan obyek pariwisata. Jika kita impor bahan pangan lebih besar dari yang dihasilkan, berarti ketahanan nasional di bidang pangan tidak tercapai. Dan ini akan memengaruhi ketahanan di bidang lain, ujar Putut Prabantoro yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekyastra Unmada (Semangat Satu Bangsa).

Berbagai jenis tumbuhan yang merupakan bahan dasar makanan tradisional Indonesia dapat tumbuh karena Indonesia memiliki tanah subur yang merupakan akibat terletak di kawasan cincin api (ring of fire). Budaya yang muncul di Indonesia tidak dapat terlepas dari berbagai macam makanan tradisional Indonesia yang merupakan piranti bagi upacara-upacara adat, yang juga merupakan obyek pariwisata.

Lebih jauh diuraikan, dengan mencintai makanan tradisional Indonesia yang berakibat pada tingginya tingkat permintaan, secara tidak langsung kondisi itu akan menggerakan roda ekonomi daerah atau rumah tangga, mengurangi angka pengangguran, dan sekaligus menyelamatkan lingkungan hidup. Namun Putut Prabantoro juga mengingatkan bahwa, Indonesia merupakan negara penyampah makanan nomor 2 (dua) di dunia karena membuang-buang makanan.

“Diperkirakan 1 orang membuat sampah makanan 300 kg per tahunnya atau membuang Rp 27 triliun jika sampah makanan dari seluruh penduduk Indonesia ditotalkan. Padahal jumlah ini dapat memberi konsumsi 28 juta orang per tahunnya. Oleh karena itu jangan menyia-nyiakan makanan dan ingat banyak orang tidak makan. Sudah barang tentu, sampah makanan ini sangat mengganggu daya tarik pariwisata Indonesia yang seharusnya menawarkan kebersihan dan kenyamanan,” tegas Putut.

Di akhir presentasinya, Putut Prabantoro menandaskan, selain menghindari ujaran kebencian, mencintai makanan tradisional Indonesia, para pelaku pariwisata termasuk para mahasiswanya harus bersih dari narkoba. Narkoba merupakan ancaman serius terhadap masa depan Indonesia dan ketahanan nasionalnya. Bahkan, Indonesia tidak dapat mewujudkan bonus demografi tahun 2045 jika jumlah pengguna narkoba tidak menurun mengingat prosentase terbesar pengguna berasal dari kelompok muda yakni SMA dan mahasiswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BI: Modal Asing Kabur Capai Rp125,2 Triliun

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mencatat total aliran modal asing keluar dari

Munarman, Aktor Intelektual Baiat

Oleh: Petrus Selestinus Secara harafiah, baiat artinya janji atau sumpah