Sedangkan pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai figur calon presiden alternatif pada Pemilu 2014 masih kurang.
“Pemilih kini haus akan figur alternatif, karena mereka jenuh dengan figur-figur lama,” katanya.
Burhanuddin menilai kualitas dan fondasi tokoh lama cenderung rendah meski sudah dikenal masyarakat.
“Mereka memiliki fondasi yang lemah meski sudah populer di masyarakat. Rakyat ini menunggu figur baru,” ujarnya.
Dia juga menilai pemilih cenderung dinamis menentukan pilihannya dalam pemilu.
“Pemilih ini tidak selalu linier. Bisa saja dia memilih partai tertentu, tetapi capresnya beda. Ini disebut ‘split-ticket voters’,” katanya.
Namun, dia berpendapat belum ada momentum bagi tokoh lama untuk tampil. Burhanuddin mengatakan figur baru yang dibutuhkan harus memiliki kuantitas dan kualitas kedikenalan yang tinggi.
“Dari segi kuantitas dia intens diliput media dan dari segi kualitas juga dipercaya dengan baik oleh masyarakat,” katanya.
Dia juga menilai media sangat berpengaruh dalam memunculkan figur-figur baru tersebut.
“Pengaruh media ini sangat besar sekali karena media dapat diakses hingga menembus ruang paling pribadi sekalipun bagi penggunanya, seperti dari dalam kamarnya sendiri,” katanya.
Namun, dia mengatakan seharusnya media dapat memberikan edukasi politik terhadap masyarakat, terutama menengah ke bawah.
“Masyarakat menengah ke bawah ini sebagian besar pendapatan dan pendidikannya kurang. Karena itu, media harus berperan menjadi jembatan dan edukasi,” pungkasnya.