Beritikad Buruk, TPDI: Komnas HAM Harus Gugurkan Pengaduan Novel Baswedan Cs

Monday 14 Jun 2021, 1 : 03 am
by
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus

JAKARTA-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mendesak Komnas HAM menghentikan proses serta menggugurkan pengaduan 75 orang pegawai KPK Nonaktif lantaran gagal Test Wawasan Kebangsaan (TWK).

Apalagi diduga kuat, pengaduan Novel Baswedan Cs ini berlandaskan itikad buruk.

“Sesuai ketentuan pasal 91 UU No. 39 Tahun 1999, Tentang HAM dikatakan pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilanjutkan atau dihentikan. Alasannya: materi pengaduan bukan pelanggaran HAM; pengaduan diajukan dengan itikad buruk; terdapat upaya hukum yang lebih efektif; dan sedang terjadi penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia sesuai UU,” ujar Petrus di Jakarta, Minggu (13/6).

Hingga saat ini, pengaduan 75 Pegawai KPK Nonaktif tentang dugaan pelanggaran HAM oleh Pimpinan KPK kepada Komnas HAM karena tidak lolos seleksi TWK, menimbulkan reaksi pro dan kontra di publik hingga terjadi kegaduhan di tengah masyarakat.

Menurutnya, kegaduhan terjadi lantaran Komnas HAM telah bertindak sewenang-wenang.
Celakanya lagi, Keputusan Penonaktifan 75 Pegawai KPK ini sebagai pelanggaran HAM.

Padahal Surat Keputusan Pimpinan KPK dimaksud sebagai “Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara” yang dapat dikualifikasi sebagai “sengketa kepegawaian” dan masuk ruang lingkup kewewenangan PTUN.

Sementara itu, pada saat ini Wadah Pegawai KPK atas nama 75 Pegawai KPK Nonaktif tengah mengajukan upaya hukum berupa Permohonan Uji Materil ke MK.

Beberapa pasal (pasal 24 dan pasal 69C UU No. 19 Tahun 2019, Tentang KPK), terhadap UUD’ 1945 terkait dengan Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

Di sini MK merupakan pelaksana Kekuasaan Kehakiman yang di dalamnya terdapat upaya hukum untuk itu.

Gugurkan

Petrus menegaskan terdapat 4 alasan bagi Komnas HAM untuk menggugurkan Pengaduan 75 Pegawai KPK Nonaktif:

a. Materi pengaduan bukan pelanggaran HAM, karena 1.357 Pegawai KPK yang belum menjadi ASN diberi kesempatan yang sama, ikut TWK dan hasilnya 75 Pegawai KPK lainnya dinyatakan tidak lolos TWK oleh BKN.
Sedangkan 1.274 Pegawai KPK lainnya yang lolos TWK telah dilantik menjadi ASN Pada KPK sesuai amanat UU.

b. Pengaduan 75 Pegawai KPK dilandaskan pada itikad buruk, karena mereka sesungguhnya tahu bahwa Komnas HAM tidak memiliki wewenang untuk membatalkan Keputusan Pimpinan KPK soal Penonaktifan 75 Pegawai KPK dan Keputusan BKN tentang 75 Pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

c. Terdapat upaya hukum yang efektif, dimana Negara menyiapkan berbagai upaya hukum dan sarananya yaitu gugatan, banding, kasasi dan PK melalui Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Peradilan Umum, dll yang berpuncak di Mahkamah Agung dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi sebagai organ pelaksana kekuasan Kehakiman.

d. Saat ini, sedang terjadi penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia, sebagaiman terbukti saat ini 75 Pegawai KPK nonaktif tengah mengajukan upaya hukum berupa Permohonan Uji Materiil ke MK guna membatalkan pasal 24 dan pasal 69C UU No. 19 tahun 2019, Tentang KPK terhadap UUD 1945.

Atas dasar 4 alasan itu, maka Komnas HAM seharusnya sejak awal menyatakan diri “tidak berwenang” memproses dan “menghentikan” seluruh tahapan/proses pemeriksaan yang sedang berjalan, dan “menggugurkan” Pengaduan 75 Pegawai KPK Nonaktif.

Hal ini berdasarkan ketentuan pasal 91 UU No. 39 Tahun 1999, Tentang HAM, karena peristiwa yang terjadi bukan merupakan pelanggaran HAM.

Petrus menjelaskan obyek Pengaduan 75 Pegawai KPK Nonaktif adalah, Surat Keputusan Tidak Lolos TWK dari BKN dan Surat Keputusan Penonaktifan 75 Pegawai KPK dari Ketua KPK”.

Kualifikasinya sebagai “penetapan tertulis yang menimbulkan akibat hukum”, yaitu 75 Pegawai KPK telah kehilangan kedudukan sebagai bagian dari Pegawai KPK dengan segala akibat hukumnya.

Keputusan Pejabat TUN yang demikian, hanya boleh dibatalkan oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Negeri melalui upaya hukum gugatan atau melalui “pembatalan” oleh Pejabat yang mengeluarkan Keputusan (BKN atau Pimpinan KPK) berdasarkan asas contrarius actus.

Harus diingat bahwa Hak dan kebebasan yang diatur di dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa (pasal 73 UU HAM).

“Dengan demikian, membawa persoalan Penonaktifan 75 Pegawai KPK ke Komnas HAM, bukanlah upaya hukum yang efektif dan bukan upaya untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, melainkan upaya politik untuk menutup borok-borok lama di KPK, karena Komnas HAM bukanlah Badan Peradilan, sehingga tidak memiliki kompetensi untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum,” tutupnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

IPIM Luncurkan Reksa Dana ETF ke-12, Kali Ini Berbasis Indeks IDX30

JAKARTA-Manajer Investasi (MI) yang menjadi pelopor penerbitan Exchange Traded Fund

Presiden Instruksikan Fokus Anggaran Beli Produk UMKM

JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan, setiap instansi pemerintah hingga perusahaan