Di sisi lain, Daniel Rembert mengamati kasus BUMN dari perspektif strategi manajemen, beliau mengatakan bahwa BUMN ini tidak terlalu siap dalam menghadapi suatu krisis dan cenderung tidak mempunyai strategi khusus dalam menghadapi krisis. Selain itu, fungsi Public Relations (PR) juga tidak dimaksimalkan sebagai calm center yang menenangkan baik publik internal maupun eksternal.
“BUMN tidak ada latihan sebelumnya dalam menghadapi krisis. Seharusnya mereka bersikap seperti apa dan bagaimana proses recovery-nya. Bahkan dalam proses perbaikan krisis itu tidak hanya memperbaiki manajemen perusahaan tetapi juga reputasi perusahaan tersebut karena reputasi itu penting,” tutur Daniel.
Senada dengan Daniel, Benny Butarbutar menjelaskan bahwa BUMN tidak siap dalam menghadapi krisis dan cenderung menghindari konflik sehingga menimbulkan persepsi yang kurang baik bagi publik ataupun media. Oleh karena itu, pentingnya peranan seorang PR dalam BUMN untuk mengkonfirmasi isu-isu yang sedang beredar, dan kuncinya itu perlu keberanian juga.
“Krisis atau konflik itu harusnya dihadapi, tidak ditinggal lari. BUMN tidak terlalu menyadari peran komunikasi sehingga terkadang tidak meletakkan PR pada struktur yang tepat. Di sini bisa dilihat pentingnya kapasitas pembangunan (capacity building) untuk seorang PR di BUMN ini khususnya di dalam membentuk persepsi publik. Di sisi lain, PR itu harus berani menghadapi media untuk mengkonfrontasi isu apa yang sedang beredar dengan fakta-fakta yang terjadi di perusahaan tersebut,” jelas Benny.