Dana Wakaf dan Utang Yang Harus Dibayar

Sunday 31 Jan 2021, 4 : 26 pm
by
Sawit telah memperoleh konsesi lahan dalam jumlah sangat luas. Lebih dari 13 juta hektar
Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng

Oleh: Salamuddin Daeng

Silakan saja memakai dana apa saja milik masayarakat, Dana Haji, Dana Jamsostek, Dana Taspen, Dana ASABRI, Aana Asuransi, Dana Pensiun BUMN, Dana Deposito masyarakat di bank, Dana Zakat, semuanya silakan dipakai oleh pemerintah.

Tapi ingat semua tetap akan menjadi utang pemerintah yang cepat atau lambat harus dibayar.

Kalau tidak bisa bayar atau sengaja tak mau bayar, siap siap ditawur orang sekampung.

Mengapa ? Karena masalah terbesar saat ini yang mau di selesaikan oleh pemerintah itu adalah masalah membengkaknya utang pemerintah, yang didapatkan dari luar negeri dan dari dalam negeri.

Saat ini kedua jenis utang pemerintah tersebut telah melebihi 6000 triliun rupiah.

Jika rata rata dari utang tersebut bunganya 7 persen, maka setiap tahun pemerintah wajib membayar bunganya senilai 420 triliun.

Itu belum termasuk pokok utang dan jatuh tempo utang. Jadi utang yang cukup banyak ini memang hanya bisa ditutupi dengan utang baru.

Benar proyeksi pemerintah dan DPR bahwa pemerintah membutuhkan utang dalam masa pandemi covid ini sedikitnya 1000 triliun rupiah setiap tahun untuk tetap bisa membayar gaji, tunjangan, perjalanan dina, biaya bikin UU dan biaya membuat bernagai kebijakan.

Namun mendapatkan utang dari luar negeri khususnya dari bilateral dan multilateral sangat sulit saat ini.

Masing masing negara fokus membiayai keperluan sendiri, dan demikian juga lembaga keuangan multilateral bertahan agar bisa menggaji pegawainya.

Satu satunya sumber utang adalah menjual obligasi negara dengan bunga yang sangat mencekik.

Sementara penerimaan negara makin seret.

Minyak yang selama ini menjadi andalan pemerintah mendapatkan uang saat ini tekor, karena harga minyak sangat rendah dalam lima tahun terakhir. Komoditas yang lain juga demikian.

Selain itu penerimaan pajak tekor karena perusahaan pembayar pajak banyak yang gulung tikar, boro boro bisa bayar pajak, perusahaan Indonesia saat ini sibuk petak umpet dengan debt collector.

Jadi kalau penerimaan negara makin seret, bagaimana pemerintah akan membayar utang yang membengkak ini? Jalannya cuma utang baru.

Sebagaimana UU No 2 tahun 2020, Pemerintah dapat menetapkan defisit di atas 3 persen GDP.

Dengan demikian pemerintah menetapkan defisit 1039 triliun rupiah di tahun 2020 dan tahun 2021 defisit juga di atas 1000 triliun.

Utang sebesar lebih dari 1000 triliun setiap tahun ini akan diambil pemerintah sampai tahun 2023 yang merupakan batas waktu penggunaan UU no 2 tahun 2020 atau uu darurat corona.

Tapi sekali lagi bahwa untuk dapat utang luar negeri jaman sekarang tidak mungkin, sehingga andalannya adalah menggunakan uang masyarakat Indonesia.

Pemerintah bisa saja menggunakan dana wakaf, dana celengan masjid, atau tabungan agama lainnya, atau dana celengan amal lainnya (harap hati hati harta anak yatim).

Tetapi pemerintah harus ingat semua itu adalah utang yang harus dibayar tepat waktu.

Kalau tidak bisa bayar bakal dikejar sampai ke Solo.

Penulis adalah Pengamat Ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Hasil IPO Wika Beton Untuk Ekpansi Usaha

JAKARTA – BUMN Konstruksi PT Wijaya Karya Beton (Persero) siap melego

Inalum Siap Gelontorkan USD 400 Juta Beli Saham Freeport

JAKARTA-Rencana divestasi saham PT Freeport ternyata menarik minat PT Indonesia