Demi Industri Baja Nasional, Perlu Ada UU Pembatasan Impor

Thursday 21 Nov 2019, 3 : 38 pm
Tribunnews,com

JAKARTA-Perusahaan baja nasional, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mengusulkan perlunya regulasi yang melindungi industri baja lokal. Hal ini terkait dalam rangka industrialisasi substitusi impor baja sehingga industri baja Indonesia sehat dan membaik.

“Kita tahu bahwa baja merupakan salah satu penekan neraca perdagangan Indonesia nomor tiga dengan importasi sebesar sekitar 6 miliar dolar AS. Nah ini kan tidak baik buat perekonomian nasional,” kata Direktur Utama Krakatau Steel (KS) Silmy Karim ketika ditemui di Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis, (21/11/2019).

Penerapan perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), kata Silmy, terutama dengan China pada 2010 telah membuat keberlangsungan industri baja di Indonesia terpuruk.

“Nanti kita lihat aturan-aturan yang dapat menyehatkan industri baja. Tapi bukan hanya semata-semata soal Krakatau Steel, namun untuk industri baja nasional agar sehat. Krakatau Steel hanya bagian dari industri baja nasional saja,” katanya.

Lebih jauh kata Silmy, hal itu juga telah didiskusikan dengan Kementerian BUMN. Pihaknya berharap pemerintah menerbitkan suatu regulasi yang dapat menyehatkan industri baja nasional. “Ini bagian dari restrukturisasi eksternal manajemen, yang domainnya pemerintah dan Kementerian. Sementara restrukturisasi internal sudah dilakukan manajemen,” katanya.

Ia optimistis prospek industri baja nasional akan terus membaik seiring pembangunan infrastruktur sehingga membuka ruang pertumbuhan konsumsi baja nasional.

“Potensi pertumbuhan konsumsi baja masih ada, tapi siapa yang menikmati potensi ini apakah impor atau Indonesia. Saat ini pertumbuhan konsumsi baja nasional masih 5-7 persen,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kembangkan UMKM, DPD Dorong Kerjasama Dengan China

JAKARTA-Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mengatakan visi Indonesia sebagai

Gubernur BI Yakinkan Investor Berinvestasi di Indonesia

BALI-Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, meyakini saat ini adalah