Dugaan Pelanggaran TSM Pemilu 2024: Alat Curang Sirekap (Bagian 2)

Tuesday 19 Mar 2024, 6 : 11 am
by
Dr Anthony Budiawan
Dr Anthony Budiawan

Oleh: Anthony Budiawan

Bagian satu tulisan ini menjelaskan dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan berdampak Masif (TSM) yang dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo, terkait pencalonan dan upaya pemenangan Gibran dalam pilpres 2024.

Pertama, konspirasi di Mahkamah Konstitusi. Anwar Usman, sebagai paman Gibran dan adik ipar Joko Widodo, meloloskan Gibran menjadi cawapres, dengan mengabulkan uji materi batas usia minimum capres-cawapres, dengan melanggar etika berat, undang-undang Kekuasaan Kehakiman dan Konstitusi Pasal 24C ayat (5).

Putusan Mahkamah Konstitusi ini mengandung unsur nepotisme.

Kedua, konspirasi di KPU, menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo, dengan melanggar Peraturan KPU No 19/2023 dan UU Pemilu No 7/2017.

Ketiga, konspirasi dengan lembaga survei, untuk mendongkrak elektabilitas Prabowo hingga di atas 50 persen pada dua atau tiga minggu menjelang hari pencoblosan, untuk mengkondisikan Pilpres berlangsung satu putaran.

Semua itu bisa terjadi karena cawe-cawe presiden Joko Widodo, yang terang-terangan berpihak kepada pasangan calon Prabowo-Gibran.

Menyalahgunakan Kekuasaan Presiden. Berpihak artinya memastikan Prabowo-Gibran memenangi Pilpres, bahkan dalam satu putaran.

Untuk mewujudkan pengkondisian Pilpres berlangsung satu putaran, diperlukan alat atau media kecurangan, yang dalam UU Pemilu dinamakan pelanggaran.

Setidaknya ada dua alat kecurangan yang harus dijalankan oleh penyelenggara pemilu, khususnya Presiden Joko Widodo, dibantu aparat penguasa.

Dua alat kecurangan yang bersifat TSM tersebut adalah:

Pertama, Sistem IT KPU atau Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) yang diduga kuat dirancang untuk memanipulasi algoritme perhitungan perolehan suara.

Dan Kedua, Politik Uang secara terang-terangan dan besar-besaran, dalam bentuk Bantuan Sosial dadakan.

Hasil survei manipulatif Pilpres satu putaran harus didukung dengan perhitungan suara di hari pencoblosan, agar survei nampak seperti riil.

Untuk itu, quick count atau hitung cepat juga harus manipulatif, menyesuaikan hasil survei.

Tidak heran, semua lembaga survei sepakat menempatkan quick count perolehan suara Prabowo-Gibran lebih dari 50 persen, bahkan mencapai 56-58 persen.

Hasil quick count kemudian dianggap seolah-olah hasil resmi KPU, dengan membentuk opini Pilpres 2024 sudah selesai dengan satu putaran, dimenangi Prabowo-Gibran.

Mereka keesokan harinya langsung mengadakan pesta di GBK. Seolah-olah sudah menang dan Pilpres sudah berakhir.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Rakornas

Pengaruhi Pertumbuhan, Proses Pengadaan Barang APBN Dilakukan Mulai Januari

JAKARTA-Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap masih sangat

ShopBack Dapat Suntikan Dana Rp 643,5 Miliar

JAKARTA-ShopBack, platform satu-pintu untuk cashback rewards dan kurator promo, mendapat