Dugaan Politik Rasisme Yeskial Loudoe, Petrus: Jangan Remehkan Konflik SARA

Tuesday 1 Jun 2021, 12 : 19 pm
by
Tersangkakan Azis Syamsuddin
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus

JAKARTA-Rekaman berdurasi satu menitan yang diduga berasal dari suara Yeskial Loudoe, Ketua DPRD Kota Kupang, beredar pada Sabtu, tanggal 29 Mei 202.

Isi dari rekaman itu menyangkut politik identitas dan rasisme.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), konten video yang beredar, potensial merusak kohesi sosial dan mengancam toleransi masyarakat di NTT berubah menjadi intoleran.

Untuk itu, semua pihak harus menahan diri.

“Dan berinisiatif untuk menyelesaiakan permasalahan ini dengan kepala dingin, satu dan lain, menghindari penumpang gelap, yang setiap saat bisa memperkeruh situasi,” ujar Petrus di Jakarta, Selasa (1/6).

Diberitakan, NTT kembali dihebohkan lagi dengan beredarnya sebuah rekaman video di Group WhatsApp atau Media Sosial (Medsos), berisi Ujaran Kebencian yang bermuatan Sara.

Hal ini berpotensi mengganggu kohesivitas golongan warga Kota Kupang yang heterogen dan toleran.

Rekaman video itu, disebut-sebut berasal dari suara Yeskial Loudoe, Ketua DPRD Kota Kupang, beredar pada Sabtu, tanggal 29 Mei 202.

Isi dari rekaman itu menyinggung demonstrasi yang terjadi di Kota Kupang yang dilakukan Aliansi Sikap Warga Kota (Sikat).

Dalam rekaman berdurasi satu menitan itu, pemilik suara menyebut peserta yang menghadiri demo itu adalah seluruhnya orang Flores yang beragama Katolik.

“Jadi ini semua dari Flores yah, lebih banyak orang Manggarai dan agama pun Katolik. Jadi memberikan mosi kepada Yeskiel Loudoe yang beragama Kristen Protestan. Ya itu tolong ditulis yah,” ujar suara dalam rekaman tersebut.

“Terlepas dari asal usul video itu dari siapapun, namun para stakeholders Kota Kupang, harus segera mengambil upaya penyelesaian, secara ke dalam,” tegas Petrus.

Menurutnya, NTT itu punya kearifan lokal, adat istiadat dan kasatuan-kasatuan hukum masyarakat adat beserta hak-hak tradisional warisan leluhur beserta Lembaga Adatnya yang mampu menyelesaikan masalah antar warga masyarakat melalui peran akomodasi dan mediasi.

“Hal ini sebagai bagian dari tugas dan kewajiban kita menjaga kohesivitas sosial masyarakat/merawat kebhinekaan,” jelasnya.

Jangan Remehkan Konflik Sara
Kekuatan persaudaraan dalam semangat toleransi yang tinggi dengan kohesi sosial masyarakat NTT yang kokoh harus dijadikan modal dalam penyelesaian masalah ini.

Budaya, Hukum Adat dengan tingkat toleransi yang tinggi di tengah pluralitas masyarakat NTT harus dikedepankan, karena budaya mengikat kita bersatu  saling menghargai dalam perbedaan.

Karena itu pendekatan yang soft oleh Walikota Kota, Pimpinan DPRD dan Tokoh Masyarakat Kota Kupang, harus segera dilakukan dengan mengambil peran akomodatif, memediasi, bagi kedua belah pihak pada penyelesaian secara adat orang NTT.

Petrus meminta Polres Kota, Walikota dan DPRD dan Tokoh Masyarakat Kota Kupang, harus proaktif mengambil langkah cerdas, melokalisir isu ini.

Jangan biarkan isu ini menjadi bola liar dan ditunggangi oleh berbagai kepentingan politik.

“Dorong Yeskial Loudu, Perwakilan Pendemo dan Pihak terkait lainnya, agar selesaikan permasalahan ini, dalam semangat adat dan budaya setempat,” saranya.

Jika dengan Adat Budaya setempat tidak terdapat titik temu, maka peran akomodasi selanjutnya melalui Restorative Justice atau Keadilan Restoratif.

Karena konsep Restorative Justice, juga memiliki karakter dan semangat yang berakar pada adat budaya lokal, hanya mekanismenya yang berbeda dengan Hukum Adat setempat.

“UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, merupakan wujud nyata komitmen negara untuk melindungi segala warga  negara dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis,” terangnya.

Diskriminasi Ras dan Etnis

Dia menilai adanya diskriminasi ras dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang selalu hidup berdampingan.

Oleh karena itu UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dengan tegas melarang dan mengancam dengan pidana penjara bagi setiap orang yang melalukan kejahatan dikriminasi Ras dan Etnis.

“Dalam perkembangan selanjutnya soal Sara ini diperkuat lagi dalam ketentuan pasal 45A ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE yang mengancam dengan pidana penjara bagi setiap orang yang menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan rasa kebencian individu atau kelompok masyarakat berdasarkan sara,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Perempuan Milenial Cerdas Memilih, Yang Anti Korupsi dan Anti Kekerasan

Oleh: Steffi Graf Gabi KEKERASAN terhadap perempuan dan anak masih

Jokowi: Anggaran TNI Harus Dinaikan 3 Kali Lipat

JAKARTA- Capres Joko Widodo berjanji menambah kekuatan TNI-Polri dengan cara