PDI Perjuangan naik dari 23,8 persen menjadi 24,1 persen; PKB naik dari 6,6 persen menjadi 7,1; PKS naik dari 6,8 persen menjadi 7,3 persen; Nasdem naik dari 5,1 menjadi 6,3 persen; PAN naik dari 3,6 persen menjadi 4,4 persen; Demokrat naik dari 3,9 menjadi 4,5 persen dan Perindo naik dari 2,68 persen menjadi 4 persen.
Mereka mencatat keyakinan untuk memilih partai yang paling rendah adalah Partai Golkar.
Golkar hanya mengantongi 70,2 persen disusul PSI (73,6 persen), Demokrat (79,1 persen) dan PAN 85,2 persen.
Sementara itu, partai dengan keyakinan untuk memilih partai terkuat jatuh pada PKS (90,4 persen), PDI Perjuangan (90,3 persen) dan PKB (90,2 persen).
“Kalau dilihat dari kekuatan sorong voternya, pemilih PDI Perjuangan, PKS dan PKB yang paling besar, rata rata mencapai 90 persen, sedangkan strong voter paling rendah dari Partai Golkar dan PSI”, papar Agustanto.
Selain elektabilitas, Agustanto juga menangkap persepsi responden atas kondisi ekonomi, politik, hukum dan pemberantasan korupsi cenderung pesimis.
“Rata rata responden yang menyatakan kondisi ekonomi, politik, hukum dan pemberantasan korupsi baik, angkanya dibawah 58 persen. Titik terendah ada di sektor pemberantasan korupsi, responden yang menganggap baik hanya 38 persen saja”, ujar alumnus statistika Universitas Brawijaya.
Mereka juga menangkap bahwa publik memunculkan persepsi tidak percaya dengan netralitas lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu.
“Sebanyak 47,9 persen responden meragukan netralitas KPU, dan 45,8 persen responden meragukan ketegasan Bawaslu dalam menegakkan ketentuan pilpres 2024” ujar Agus.
Netralitas Diragukan
IPE juga menyoroti keraguan publik atas netralitas Presiden, TNI, Polri, Pj Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pilpres 2024.