JAKARTA-Persoalan gini rasio Indonesia yang mencapai 0,42 tidak boleh dianggap enteng oleh pemerintah. Masalahnya, kalau hal ini dibiarkan terus bisa mengancam disintegrasi bangsa. “Gini rasio sebesar itu mengindikasikan ketimpangan antara yang kaya dan miskin makin nyata. Sekarang ini malah ada kecenderungan menuju ke 0,43,” kata anggota F-PKB di MPR Muhammad Lukman Edy dalam diskusi “MPR Rumah Kebangsaan Mengawal Kedaulatan NKRI ” di Jakarta, Senin (21/09/2015).
Dengan makin besarnya kemiskinan seperti, Lukman juga mempertanyakan seberapa besar Pancasila mampu menjadi perekat bangsa. “Sekarang-sekarang ini saja, Presiden Jokowi bengak-bengok minta perhatian soal gini rasio. Pemerintahan SBY sebelumnya tidak mau memperhatikan. Sebab kalau melihat angkanya sangat mengerikan,” tambahnya.
Menurut Lukman, soal kemiskinan menjadi ancaman dan tantangan dalam hal mempertahankan keutuhan NKRI.
Pancasila harus diuji dari berbagai variabel karena mencakup seluruh aspek termasuk kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Di mana kalau ukurannya beras dan kebutuhan pokok, sambung Lukman, jumlah kemiskinan mencapai 27 juta orang dan kalau ukurannya dollar AS maka jumlah kemiskinan itu meningkat menjadi 90 jutaan orang. “Makanya untuk kondisi saat ini dibutuhkan Presiden RI yang mempunyai jam terbang yang mumpuni dan cerdas mengantisipasi perekonomian rakyat,” imbuhnya.
Diakui Lukman, laju kemiskinan saat ini dengan kecepatan 100 km per jam, sosialisasi 4 Pilar MPR RI lajunya baru 25 km per jam. “Ya, masih bagus, karena angka 25 km per jam itu nantinya kalau terus-menerus dilakukan bisa mengejar 100 km per jam. Apalagi kini utang luar negeri Indonesia mencapai Rp 4000 triliun lebih akibat dollar tembus Rp 14.400,-, sehingga setiap WNI harus menanggung Rp 18 juta,” pungkasnya. **aec