Idul Fitri dan Spiritualitas Baru

Tuesday 19 Jun 2018, 9 : 36 pm
by
Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA

Oleh: Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA

Setelah berpuasa selama sebulan penuh, tiba saat bagi umat Islam merayakan hari kemenangan yang populer dengan sebutan `Idul Fitr, 1 Syawal. Biasanya, ada dua ungkapan populer terdengar saat `Idul Fitri, yaitu min al-`aidin wa al-faizin (biasa ditulis: minal ‘aidin wal faizin) dan mohon maaf lahir batin. Banyak mengira, kalimat kedua adalah terjemah dari kalimat sebelumnya, padahal bukan. Ungkapan “mohon maaf lahir batin” merupakan tradisi khas umat Islam Indonesia, tidak dikenal di negara-negara Arab.

Min al-`aidin wa al-faizin sejatinya adalah do`a yang selengkapnya berbunyi: ja`alana Allah wa iyyakum min al-`aidin wa al-faizin. Artinya: semoga Allah menjadikan kita semua tergolong orang-orang yang kembali dan memperoleh kemenangan. Do`a tersebut mengandung dua konsep, yakni al-`aidin (orang-orang yang kembali) dan al-faizin (orang-orang yang memperoleh kemenangan). Muncul pertanyaan, siapa yang dimaksud dengan mereka yang kembali dan memperoleh kemenangan?

Puasa Ramadhan berakhir dengan `Idul Fitri. Kata `id bahasa Arab artinya kembali, jadi al-`aidin, orang yang kembali. Adapun fithr berarti asal kejadian, agama yang benar, atau kesucian. `Idul Fitri berarti kembali kepada asal kejadian, agama yang benar, atau kesucian yang merupakan fitrah manusia. Sedangkan al-fa`izin berarti orang-orang yang menang (QS. al-Hasyr, 59:20 dan Ali-Imran, 3:185).

Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah Itulah orang-orang yang beruntung.

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.

Puasa Ramadhan hakikatnya adalah suatu mekanisme pengendalian diri demi menyucikan hati dan jiwa, kembali ke jati diri manusia yang fitri yang selalu cenderung pada kebaikan dan kedamaian. Mereka yang puasa dengan penuh ketulusan dan keikhlasan, bukan karena terpaksa atau riya (pamer) dinamakan orang-orang yang menang.

Melalui aktivitas puasa, diharapkan manusia menjadi lebih suci, lebih beriman dan lebih takwa. Dengan begitu, puasa menjadi media transformasi diri dan masyarakat ke arah yang lebih baik, positif dan konstruktif. Sekaligus juga menjadi media pembebasan diri dan masyarakat dari musuh-musuh agama yang konkret, seperti ketidakadilan, kezaliman, kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kemenperin Siapkan Inovasi Produk Industri Penanggulangan Covid-19

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong hilirisasi dan komersialisasi produk-produk riset

Tumbuh 3 Kali Lipat, Aset Bank IBK Indonesia Jadi Rp19,4 Triliun

JAKARTA– PT Bank IBK Indonesia Tbk (IDX: AGRS) berhasil mencatatkan