Umat Islam sebagai kelompok terbanyak di negeri ini seharusnya mampu memberi warna positif dan konstruktif pada kehidupan bangsa dan negara. Makna puasa Ramadhan harus terefleksi dalam kehidupan nyata sehari-hari. Puasa dan semua ibadah lainnya hendaknya bukan hanya mewujudkan kesalehan individual, melainkan juga kesalehan sosial yang berdampak pada kemashlahatan seluruh masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan dan marjinal.
Yang jelas, identitas al-`aidin wa al-faizin dapat terlihat pada mereka yang sudah berkomitmen untuk tidak mengeksploitasi sesama manusia melalui kerja-kerja yang koruptif dan manipulatif. Ciri-cirinya antara lain: mereka tidak berperilaku anarkis, tiranik dan despotik; tidak mendiskriminasikan sesama atas dasar gender, etnis, agama dan sebagainya; tidak merusak dan mengeksploitasi lingkungan atas nama pembangunan dan atas nama apa pun; tidak menjual agama demi kepentingan apa pun; tidak mencuri kekayaan negara demi kesenangan diri, keluarga dan kelompok; dan tidak tergoda hidup mewah, konsumtif dan hedonistik. Sebaliknya, al-`aidin wa al-faizin adalah mereka yang terpanggil untuk sepenuhnya mendonasikan hidup dan karya demi kemashlahatan dan kebaikan orang banyak.
Apakah kita sungguh-sungguh tergolong al-`aidin wa al-faizin? Jawabnya, ada pada nurani masing-masing. Akhirnya, mari bersama mengucapkan min al-`aidin wa al-faizin, semoga Allah swt menerima semua amalan kita di bulan Ramadhan, juga semoga Allah swt memberkati semua manusia.
Penulis adalah seorang aktivis perempuan, peneliti, konselor, dan penulis di bidang keagamaan di Indonesia
3