Inosentius: OJK Perlu Tiru Aturan Jepang

Friday 22 Nov 2013, 7 : 43 pm
by

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta mengadopsi peraturan door to door sales act (pelayanan langsung) seperti yang berlaku di Jepang  guna mengurangi tingginya kuantitas persengketaan antara investor dan pengelola reksa dana.

Hal ini penting karena apalagi, sekarang ini produk investasi banyak sekali derivasinya, sehingga penawaran yang tidak jelas dipastikan akan merugikan investor.

“Untuk melindungi konsumen, OJK bisa mengadopsi peraturan door to door sales act seperti di Jepang. Aturan ini dibuat karena terjadi kasus seperti reksa dana pada 1992,” kata  Pakar Hukum Perlindungan Konsumen Universitas Indonesia (UI), Inosentius Samsul di Jakarta, Kamis (21/11).

Sejauh ini kata Inosentius, Indonesia sangat minim peraturan yang berorientasi melindungi konsumen.

Sehingga, lanjut dia, perlu bagi OJK untuk membuat Peraturan OJK (POJK) yang secara spesifik mengatur tentang pengelolaan investasi di reksa dana.

“Peraturan ini bisa mengatur mulai dari produknya hingga cara penawarannya,” ujar Inosentius.

Dia mengungkapkan, pada dasarnya semua persoalan sengketa konsumen di sektor jasa keuangan bermula dari ketidakjelasan informasi yang disampaikan pelaku usaha.

“Apalagi, sekarang ini produk investasi itu banyak sekali derivasinya, sehingga penawaran yang tidak jelas dipastikan akan merugikan investor,” tuturnya.

Jika menajer investasi reksa dana memanfaatkan agen dalam pemasaran produk, kata Inosentius, maka harus dipastikan bahwa para agen memahani aturan door to door sales act tersebut.

“Supaya saat penawaran produk, tidak sekadar mengejar target. Harus tahu etikanya seperti apa, teknik menjelaskan, berupaya melindungi konsumen dan ketika menutup perjanjian harus tertulis,” imbuhnya.

Namun, jelas dia, nantinya substansi dari peraturan mengenai reksa dana tersebut materinya bisa mengadopsi dari Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan Ketua Bapepam.

“Yang paling penting adalah kejelasan dari jenis produknya itu. Jadi, mempertegas jenis kelamin produknya itu penting,” ucap Inosentius.

Selain itu, lanjut dia, kejelasan hak-hak investor harus dituangkan secara mendetil di dalam peraturan tersebut, karena umumnya pelaku usaha kerap memberi iming-iming berupa return yang menggiurkan kepada calon nasabah.

“Tetapi kalau dilihat dari UU OJK, arahnya sudah ke sana (melindungi konsumen),” kata Inosentius.

Menyinggung soal upaya OJK yang mendorong terbentuknya variasi reksa dana ritel, maka jelas dia, POJK itu nantinya harus dipertimbangkan agar mudah dipahami oleh kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Kalau produk reksa dana mau terus masuk ke konsumen yang lebih rendah lagi, mau tidak mau aturannya juga harus lebih mudah dipahami dan sederhana serta jelas hak dan kewajiban investor,” paparnya.

Selama ini, jelas dia, investor di reksa dana ada pada kelompok masyarakat di tingkat elit.

Kalau pemerintah dan OJK ingin menjangkau masyarakat yang lebih luas lagi, maka jelas dia, POJK itu nantinya harus bisa dipahami oleh publik berpengetahuan dan tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Inosentius mengatakan, penerbitan POJK yang mengatur secara spesifik mengenai investasi reksa dana tersebut bisa sekaligus menunjukkan peran OJK dari sisi fungsi pengaturan di industri jasa keuangan.

“Karena kewenangan itu sudah ada di OJK, maka OJK sekaligus bisa meyakinkan ke semua pihak bahwa mereka sudah mengatur tentang reksa dana,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

PT Jhonlin Agro Raya Tbk

Jhonlin Agro Raya Siap Merger dengan Jhonlin Agro Lestari

JAKARTA-PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) melalui keterbukaan informasi ke

Target 5000, Hingga 2018, Pemerintah Telah Revitalisasi 4.211 Pasar Rakyat

JAKARTA-Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan program revitalisasi pasar rakyat guna memperkuat