Kegiatan Berkonstitusi Terancam Shutdown

Friday 4 Oct 2013, 4 : 14 pm
daridulu.com/Lukman

JAKARTA-Gara-gara penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maka pelaksanaan konstitusi di Indonesia terancam terhenti, alias shutdown. “Saat ini pelaksaan dan kegiatan bernegara secara konstitusi terancam shutdown,”  kata Pengamat Hukum Tatanegara, Irman Putra Sidin dalam diskusi “MK, Masih Dipercayakan Oleh Rakyat,” bersama Wakil Ketua DPD RI, La Ode Ida dan Ketua Mediasi Hukum Internasional, Jonathan Palinggi di Jakarta, Jumat,(4/10).

Kalau mau melihat sebuah negara, kata Irman lagi, demokrasinya hidup, maka lihat saja putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Sayangnya, saat ini MK kita, sedang mengalami degradasi , alias penurunan kepercayaan publik,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Irman, agar jangan sampai orang tak percaya lagi pada supremasi konstitusi, tidak ada jalan lain, para hakim konstitusi  harus bisa memulihkan kepercayaan lagi pada masyarakat. “Hamdan  Zoelva dan kawan-kawan harus berani mengawal konstitusi ini, intinya jangan sampai down seperti ini,” tuturnya.

Menurut Irman, tidak perlu semua hakim MK ramai-ramai mundur  dan dipilih kembali. Artinya, delapan hakim MK yang masih tersisa tetap menjadi pengawal konstitusi. “Tidak perlu dipilih kembali,” tegasnya.

Namun berbeda dengan La Ode Ida, yang justru meminta menghentikan dulu aktiftas MK.  Oleh karena itu, sebaiknya semua hakim konstitusi yang ada saat ini mundur terlebih dahulu. “Jadi memang sebaiknya hakim konstitusi ini mundur semuanya dulu, baru dipilih kembali,” tegasnya

Alasannya, kata La Ode, para hakim konstitusi ini semuanya ikut tercela. Jadi tidak mungkin rakyat bisa mempercayainya lagi. “Tertangkap basahnya Akil, harus menjadi renungan,” tegasnya.

Menurut La Ode, para mafioso sudah mengendalikan negara ini. Dimana negara ini bukan diperuntukan bagi orang miskin. Tetapi hanya untuk orang kaya. “Kasus Akil menjadi bukti yang tak terelakkan,” ucapnya.

Lebih lanjut kata La Ode, untuk memilih seorang negarawan yang diduduk di MK, tidak boleh direkrut melalui proses politik. “Pemilihan calon hakim konstitusi melalui DPR sangat jelas, ada bargaining politik. Akil dipilih berdasarkan kepentingan dan kompromi politik,” paparnya.

Sedangkan Jonathan Palinggi, menilai dari sudut pandangan kenegarawanan itu pelik. Kalau ibaratnya, mobil rusak itu ada bengkelnya untuk memperbaiki. Namun kalau manusia rusak, tentu sulit memperbaikinya.

Diakui Palinggi, kejahatan korupsi memang ancaman paling besar bangsa ini, karena dampaknya kerusakannya sangat luas. Bahkan bisa bermuara pada disintegrasi bangsa.

Namun Jonathan tak setuju dengan membubarkan MK dan kemudian membuat MK baru. “Tidak mungkin dengan cara itu, buat saja kode etik MK yang benar,” tegasnya. Selain itu, lanjutnya, perlu juga dibuat lembaga kontrol. Caranya, dengan membuat lembaga pengaduan rakyat. **cea

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Hore…Arsenal Jawara Community Shield 2023

LONDON-Siapa bilang Manchester City yang begitu perkasa sepanjang musim 2022-2023

Ini Kiat Mendag Zulhas Menyelamatkan Petani Sawit

JAKARTA–Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyusun sejumlah strategi baru untuk