JAKARTA-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai pertanyaan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron soal siapa penggagas ide pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan pertanyaan bodoh.
Karena itu, jawaban Nurul Ghufron yang menyatakan tidak tahu siapa yang menggagas TWK, sebagai jawaban cerdas.
“Saya kira, pertanyaan Choirul Anam itu, tidak bermutu, sehingga tidak perlu dijawab, suruh baca sendiri saja UU-nya. Ini pertanyaan bodoh,” ujar Petrus di Jakarta, Jumat (18/6).
Menurut Petrus, pertanyaan yang disampaikan Komnas HAM itu melecehkan Pimpinan KPK.
Hal ini menunjukan Komnas HAM tidak paham tentang, proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Ini menunjukan betapa Komnas HAM ketidakpahaman dan harus mulai dari mana. Ini bukti ketidaksiapan Komnas HAM, termasuk tidak siap membaca UU sebelum agenda pemeriksaan dilakukan,” terangnya.
Akibatnya, Komnas HAM hanya menebar fitnah terhadap Pimpinan KPK.
Ironisnya lagi, Komnas HAM melontarkan pernyataan ke media sosial bahwa Ghufron, tidak bisa menjawab “siapa penggagas ide pelaksanaan “TWK” dalam proses alih status Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Pertanyaan Komnas HAM, tentang ide TWK dari siapa, merupakan pertanyaan tidak bermutu, melecehkan dan merendahkan Komnas HAM dan Pimpinan KPK itu sendiri,” tegasnya.
Petrus mengatakan pertanyaan Choirul Anam, tentang “Siapa yang mengeluarkan ide, inisiatif siapa tentang TWK, yang dikatakan tidak bisa dijawab Nurul Ghufron karena bukan Nurul Ghufron yang buat”, pertanda Komisioner Komnas HAM tidak profesional.
Bahkan melampaui wewenang Mahkamah Agung (MA) untuk menguji materil dan formil.
“Soal siapa yang menggagas ide TWK, itu pertanyaan bodoh, karena TWK itu masuk dalam materi Peraturan KPK sebagai pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK dan UU ASN,” imbuhnya.
Karena itu, kewenangan menyelidiki proses dan mekanisme pembentukan termasuk materi TWK di dalam Peraturan KPK, menjadi wewenang MA dalam Uji Materiil Peraturan Perundang-undangan di bawah UU.
Ini tidak relevan, dan hanya mencari sensasi murahan.
Selain itu, apa yang menjadi bahan dialog antar Choirul Anam dan Nurul Ghufron, tidak etis dan tidak sepatutnya dipublikasikan kepada media.
Apalagi menyangkut pertanyaan bodoh dan tidak proporsional tentang ide siapa TWK itu dibuat.
TWK Bukan Ide Ujug-ujug
Apapun derajad Peraturan KPK, merupakan Peraturan Perundang-Undangan di bawah UU yang mengatur mengenai TWK.
Ia merupakan produk pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2019, Tentang KPK, menjadi hukum positif yang mengikat semua pihak termasuk Komnas HAM.
Dengan demikian lembaga yang memiliki wewenang menyelidiki dan menguji soal TWK itu ide siapa, bagaimana proses pembuatannya, dan untuk kepentingan apa, merupakan wewenang yuridiksi MA dalam Uji Materil Peraturan KPK atau wewenang MK dalam Uji materil UU KPK dan UU ASN terhadap UUD 1945.
TWK itu bukan ide orang perorang, bukan produk KPK melainkan produk BKN sebagai implementasi amanat UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK dan UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN, dalam rangka mewujudkan ASN yang memiliki Nilai Dasar, Kede Etik dan Kode Perilaku yang menjadi prinsip utama ASN.
“TWK itu bagian dari prinsip Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku tentang penguasaan wawasan kebangsan bagi setiap ASN, terlebih-lebih pada saat sekarang ini muncul aksi-aksi intoleran, radikalisme dan terorisme, sebagai buah dari rendahnya wawasan kebangsaan, akibat terpapar radikalisme yang mengancam Integrasi Nasional,” pungkasnya.