Konflik Rusia-Ukraina Jadi Tantangan Pemulihan Ekonomi

Saturday 7 May 2022, 1 : 00 pm
by
Ilustrasi

JAKARTA-Konflik antara Rusia dan Ukraina yang meningkatkan harga komoditas terutama harga pangan dan energi global telah menjadi tantangan tersendiri bagi pemulihan ekonomi Indonesia.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, Teuku Riefky menjelaskan, sebagai produsen utama batubara dan CPO, kenaikan harga komoditas membuat Indonesia dapat menikmati surplus perdagangan sebesar 9,33 miliar dolar AS di kuartal I 2022.

Namun di sisi lain, indeks harga produsen tercatat telah tumbuh 8,77 persen year on year atau melampaui indeks harga konsumen yang tumbuh 2,64 persen year on year (yoy) pada Maret 2022, yang mengindikasikan terdapat inflasi yang belum diteruskan oleh produsen.

“Peningkatan harga energi juga memberikan tekanan pada sisi fiskal. Estimasi kami mengindikasikan kenaikan harga energi akan meningkatkan belanja subsidi dari Rp207 triliun ke Rp314,4 triliun di 2022,” kata Teuku di Jakarta, Jumat (6/5/2022).

Peningkatan harga energi juga akan menurunkan ruang fiskal dari sekitar 15 persen ke 11,9 persen sehingga reformasi skema subsidi energi, dari subsidi produk ke subsidi untuk penduduk yang ditarget, sangat dibutuhkan.

Hal ini agar defisit APBN 2022 dapat kembali ke bawah 3 persen dari PDB di 2023.

Teuku menambahkan tekanan inflasi yang meningkat selama 2022 juga membutuhkan koordinasi yang lebih solid antara Bank Indonesia dan Kemenkeu untuk menjaga ekspektasi inflasi agar tidak mengarah ke inflasi yang terlalu tinggi.

“Terlepas dari berbagai tantangan, kami masih berpandangan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan 2022 akan kembali ke level pra-pandemi di kisaran 5,0 persen year on year,” katanya.

LPEM UI dalam SERI ANALISIS MAKROEKONOMI: Indonesia Economic Outlook Triwulan-II 2022 memaparkan, bagi Indonesia, meningkatnya ketegangan global akibat perang Rusia dan Ukraina, telah berdampak pada beberapa hal.

Pada sektor perdagangan luar negeri, dampak akibat perang dapat dikategorikan cukup kecil. Hal ini mengingat kedua negara tersebut memiliki kontribusi yang minim terhadap komposisi perdagangan luar negeri Indonesia.

Pangsa perdagangan kedua negara dalam perdagangan Indonesia tercatat lebih rendah dari 1 persen pada 2020, baik untuk komponen ekspor maupun impor.

Sayangnya, dampak tidak langsung dari tren kenaikan harga komoditas global masih dapat membayangi kinerja perdagangan Indonesia dalam waktu dekat.

Hingga Maret 2022, Indonesia masih merasakan keuntungan yang cukup besar melalui nilai ekspor yang lebih tinggi akibat harga energi yang melonjak.

Hal ini utamanya terjadi pada komponen mineral seperti batu bara dan minyak sawit (CPO).

Namun, jika isu keamanan global terus berlanjut, kemungkinan adanya shock yang dapat mempengaruhi performa perdagangan Indonesia harus diantisipasi dengan baik.

Foto: Antara

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Resmi Diteken, Kini Investor Dapat Pilih Bentuk Kontrak Migas

JAKARTA-Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk

Waspadai Potensi Koreksi IHSG! Mainkan SMDR, SRTG, BIPI dan GOTO

JAKARTA-Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini