Lembaga Penegak Hukum Perlu UU Satu Atap

Senin 18 Mei 2015, 7 : 35 pm
daridulu.com

JAKARTA-Untuk menghindari terjadinya tumpang-tindih, maka diperlukan sinergi  antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan. Pasalnya saat ini lembaga penegak hukum punya Undang-Undang masing-masing. Sehingga banyak celah atau ruang yang bisa menimbulkan penyalahgunaan wewenang.

Ketua Fraksi Hanura di MPR RI Syarifuddin Suding menyatakan hal itu kepada wartawan, di kompleks DPR/MPR Senayan, Jakarta, Senin ( 18/5/2015 ).
“ Kami di Komisi III DPR RI, memang tengah berpikir merevisi tiga Undang-Undang,” katanya.

Adapun tiga UU itu, antara lain UU No. 32 tahun 2012 tentang KPK,  UU No.22 tahun 2002 tentang Kepolisian dan UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung, agar ketiga lembaga penegak hukum itu saling bersinergi atau bila perlu menjadi satu atap.

Menurut Syarifuddin, saat ini masih terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan atau abuse of power.  Dalam penyelidikan dan penyidikan pada Kepolisian, ada asumsi ditengah-tengah masyarakat sering  terjadi  “pengaruh”  dari  mereka yang terlibat  dalam proses hukum, termasuk dalam penetapan pasal-pasal yang ditetapkan,” ungkapnya.

Dalam kasus Narkoba misalnya, kata anggota Fraksi Partai Golkar, seakan bisa “dipilih”, apakah sebagai pengguna (pemakai), pengedar dan bandar.  Sebab,  ancaman hukuman dalam ketiga kategori ini sangat berbeda.  “Asumsi yang sama juga dialamatkan bagi lembaga Kejaksaan bahkan Pengadilan,” tuturnya.

Semestinya, kata Suding,  sebagai penegak hukum,  baik KPK, Polri dan Kejagung  harus independen, tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun, termasuk intervensi dari Presiden.
Menurutnya, meski  tidak bebas nilai, namun  hukum itu juga produk politik termasuk KPK, sehingga dengan kewenangan yang besar bisa saja disalahgunakan.
Karena itu perlunya revisi bagi ketiga UU lembaga penegak hukum tersebut agar ke depan terjadi sinergi dan bukannya saling melemahkan.
Bisa melalui pembagian tugas dan kewenangan. Seperti KPK  hanya  menangani korupsi penegak hukum dan penyelenggara negara di atas Rp 1 miliar, atau  kasus korupsi yang melibatkan pejabat eselon satu dan dua  ke atas.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin membenarkan bahwa  kegaduhan hukum memang  tak bisa dihindari karena tidak ada jaminan kepastian hukum terhadap kinerja kedua lembaga penegak hukum, yakni  KPK dan Polri  yang sama-sama bergerak sesuai dengan niat dan tujuan masing-masing.
Bahkan ironisnya,  bisa  hanya sekedar  pencitraan, popularitas atau ada yang merasa lebih kuat.
Pihak  Kepolisian, misalnya,  sebagai penegak hukum yang eksklusif  sesungguhnya  sudah diatur dalam pasal 34 UU NRI 1945 termasuk kewenangan penyidikan dan penyelidikan. Tapi, kewenangan itu kini dimiliki pula oleh KPK. Karena itu, pemerintah dan DPR RI harus melakukan rekonstruksi lembaga penegak hukum.
“Rekonstruksi lembaga penegak hukum ini untuk membangun sistem dalam mencegah korupsi, tanpa menimbulkan kegaduhan hukum dan politik, karena sistem pemberantasan korupsi itu sendiri belum selesai, dan rekonstruksi itu bisa dimulai dari pimpinan Parpol agar tak muncul kegaduhan yang tidak perlu.
Memang, kata Putra Sidin,  intervensi Presiden RI  diperbolehkan  asalkan ada alasan hukum yang jelas,  bukan karena alasan politik.
“ Intervensi Presiden, untuk menangkap seseorang, karena dikhawatirkan bisa melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, boleh-boleh saja. Sama dengan anggota masyarakat yang menyuruh tangkap seorang pencuri yang sedang dilihatnya ” ujar Irman Putra Sidin seakan memberi contoh.
Namun demikian , tambah  Irman, delik tindak pidana korupsi (Tipikor) itu  harus diperbaiki dan diperjelas karena pasal delik ini sering disalahgunakan oleh penegak hukum sendiri.
Dia  mendukung KPK, Polri dan Kejaksaan tetap di bawah Presiden RI, agar kalau ada konflik , Presiden RI, sebagai Kepala negara  bisa secepatnya  mengambil keputusan. (cea)

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Cegah Banjir Rob Pekalongan, PUPR Kebut Proyek Tanggul 7,2 Km Selesai Desember 2019

PEKALONGAN- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Basuki Hadimuljono melakukan

Pengaruh Tekanan Dollar AS

JAKARTA – Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis (21/3) diperkirakan kembali