LIPI: Berlebihan Nilai Ahok Lakukan Deparpolisasi

Thursday 10 Mar 2016, 5 : 21 pm
Ilustrasi/Basuki Tjahaya Purnama

JAKARTA-Calon perseorangan alias independen bukan menimbulkan deparpolisasi. Bahkan bukan menjadi ancaman bagi parpol.

Alasannya kehadiran calon independen untuk memberi ruang kepada warga negara untuk menjadi kepala daerah.

“Jadi, berlebihan kalau munculnya Ahok itu disebut sebagai deparpolisasi,” kata pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam diskusi “Deparpolisasi” di Jakarta, Kamis (10/3/2016).

Dalam Pilkada serentak 2015 lalu, lanjut guru besar riset LIPI, dari 561 jumlah daerah baru ada 35 calon independen atau hanya 14 % dan tidak semuanya sukses.

“Inilah era demokrasi yang memberi ruang untuk kontestasi yang lebih berkualitas. Jadi, kalau mau menyalonkan perseorangan, Ahok sudah populer, mempunyai akses, dan sudah terbukti kinerjanya,” ujarnya.

Diakui Siti, Pra kondisi Pilkada memang ada indikasi untuk deparpolisasi dan delegitimasi terhadap parpol.

Untuk itu, parpol harus melakukan reformasi, perbaikan-perbaikan internal partai yang berkualitas, membangun kepercayaan rakyat.

Baik di tingkat daerah (DPRD) sampai tingkat pusat (DPR RI).

“Parpol memang pilar demokrasi, maka kalau parpol buruk, demokrasi juga akan buruk,” tambahnya.

Dengan demikian menurut Siti, calon perseorangan itu tidak mengancam deparpolisasi dan munculnya calon independen itu justru untuk menjawab wacana deparpolisasi tersebut.

“Dulu Bung Karno pernah membubarkan parpol, dan Soeharto memfusikan parpol hanya PPP dan PDI. Sedangkan Golkar baru tahun 1999 menjadi parpol,” imbuhnya.

Sementara itu politisi PDIP Andreas Parera mengakui Ahok atau Basuki Tjahaja Purna merupakan sebuah fenomena politik.

Dia telah melakukan banyak rekonstruksi dalam banyak hal termasuk birokrasi, Kalijodo, situasi dan struktur yang ada di DKI Jakarta.

Tebukti itu sukses story Ahok di Jakarta.

“Jadi, PDIP tak ada masalah dengan Ahok. Jalur perseorangan dalam Pilkada itu sah-sah saja. Tapi, kalau jalur parpol, maka harus mengikuti mekanisme parpol,” tambahnya.

Mendekonstruksi tersebut, kata Andreas, kalau berhadapan dengan sistem yang buruk maka akan didukung rakyat. Tapi, kalau berhadapan dengan sistem yang sudah baik, yang sudah ada di partai, maka PDIP akan menolak.

Andreas menambahkan hal itu akan merusak sistem politik yang ada. Karena itu, calon kepala daerah setidaknya harus memenuhi tiga syarat; yaitu dukungan sosial (elektoral), dukungan parpol agar tidak menimbulkan resistensi di tengah masyarakat, dan dukungan finansial. **aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Indonesia Bawa Pulang Dua Gelar dari Kejuaraan Bulutangkis Swiss Open 2022

BASEL-Indonesia membawa pulang dua gelar dari kejuaraan bulutangkis Swiss Open

Perbandingan Harga BBM di Tiga Presiden

Oleh: Adian Napitupulu Tanggal 11 April nanti konon akan ada