Marak Emiten Berpotensi Delisting, OJK Harus Lindungi Investor Publik

Saturday 19 Mar 2022, 12 : 40 pm
by
kondisi stabilitas sistem keuangan berdasarkan data September 2021 masih terjaga, dengan kinerja yang terus bertumbuh positif tercermin dari pertumbuhan kredit dan penghimpunan dana di pasar modal
Ilustrasi

JAKARTA-Sejak awal tahun ini PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengumumkan sejumlah Perusahaan Tercatat yang berpotensi mengalami penghapusan pencatatan saham (delisting), sehingga kondisi ini dapat menciptakan potensi kerugian bagi para investor yang menempatkan modal di emiten delisting.

Merespons situasi tersebut, analis senior dari Certified Securities Analyst (CSA) Research Institute, Reza Priyambada mengatakan bahwa keputusan otoritas pasar modal untuk melakukan delisting merupakan risiko bagi Perusahaan Tercatat yang tidak memenuhi sejumlah peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun ketentuan BEI.

“Kalau delisting kan risiko mereka (Perusahaan Tercatat/emiten), karena tidak patuh pada aturan. Namun yang lebih penting adalah, perlindungan ke investornya. Poin inilah yang harus segera ditangani oleh OJK dan BEI,” kata Reza kepada wartawan, Jakarta, Jumat (18/3).

Pada 16 Februari 2020 BEI mengumumkan potensi delisting PT Northcliff Citranusa Indonesia Tbk (SKYB), dengan kepemilikan publik yang mencapai 31,5 persen (31 Desember 2019).

Saat itu, saham SKYB dinyatakan akan dihapus dari Papan Pengembangan BEI pada 17 Februari 2022, karena sudah memasuki masa suspensi di pasar regular dan pasar tunai selama dua tahun.

Berdasarkan informasi terakhir terkait Pengumuman Potensi Delisting Perusahaan Tercatat yang dipublikasikan BEI pada Rabu, 2 Maret 2022, setidaknya terdapat pula tujuh emiten yang berpotensi delisting, yakni DUCK, FORZ, UNIT, NUSA, KRAH, KPAL dan OCAP, serta sehari sebelumnya juga diumumkan bahwa MAMI berpotensi delisting.

Bagi investor, lanjut Reza, adanya keputusan delisting Perusahaan Tercatat merupakan bagian dari risiko berinvestasi.

“Boleh dibilang, sorry to say, itu risiko berinvestasi di saham. Apalagi jika kita berinvestasi di saham yang perusahaannya memiliki kinerja kurang baik atau katakanlah tidak memenuhi aspek GCG (good corporate governance) yang baik, sehingga otoritas memberikan punishment,” ucapnya.

Dia berharap, keputusan delisting pada emiten di pasar modal tidak memiliki kesan bahwa pelaksanaan penawaran umum perdana saham (IPO) sebagai upaya mengambil dana publik dan selanjutnya menghilang.

“Jangan sampai ada kesan, emiten IPO cuma buat ambil uang masyarakat lalu menghilang alias delisting. Ini bisa menjadi preseden kurang baik buat perkembangan pasar modal kita,” ucap Reza.

Dengan demikian, Reza berharap agar para investor bisa lebih berhati-hati menempatkan modalnya dan tidak hanya mengekor untuk mengoleksi saham tertentu.

“Kita sebagai investor dituntut untuk aware dengan uang yang diinvestasikan, sehingga bisa senantiasa berhati-hati. Harus mencermati saham yang baik untuk berinvestasi dan harus membuka mata, membuka telinga, serta menggali informasi secara kredibel dan akurat,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pembayaran Pajak Dengan Mata Uang Asing

JAKARTA – Dalam rangka  memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak yang menggunakan

LPS-OJK Tingkatkan Koordinasi Tangani Masalah Perbankan

JAKARTA-Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat