Menyoal Hasil Survei Erick Thohir Sebagai Capres Pilihan Warga NU

Monday 31 Jan 2022, 4 : 46 pm
by
Erick Thohir dan Ganjar Pranowo

JAKARTA-Hasil riset Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) sepertinya menarik untuk diulas lebih dalam.

Menurut Direktur Eksekutif Network Society Indonesia (NSI), Umar Halim Hutagalung ada dua alasan kenapa survei itu menarik untuk diulas.

“Pertama temuan utama survei tersebut memunculkan nama Erick Thohir sebagai salah satu dari tiga besar calon presiden setelah nama Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo,” kata Umar.

“Kedua, lingkup dukungan menitikberatkan pada ‘warga NU’,” tambah Dosen Komunikasi Universitas Pancasila tersebut.

Hasil riset CSIIS tentunya akan membentuk sebuah narasi baru bahwa warga NU saat ini lebih memilih Erick Thohir (ET) sebagai calon presiden RI 2024 ketimbang tokoh dan kader NU lainnya.

Pertanyaan selanjutnya pun dimunculkan oleh Umar, ke mana nama Mahfud MD yang saat ini menjadi Menkopolhukam?

Mana nama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj yang baru saja demisioner sebagai Ketum Tanfidziyah PBNU selama 2 periode?

Mana nama Gus Baha yang pengajiannya banyak disukai oleh para santri NU?

Di mana nama Khofifah Indarparawansa yang saat ini sebagai Gubernur Jawa Timur yang menjadi basis warga NU?

Kemudian bagaimana dengan nama Muhaimin Iskandar yang masih menjadi Ketua Umum partai yang basis pemilihnya warga NU (PKB)?

Apa benar kelima figur di atas kalah dengan sosok Erick Thohir yang belum genap tiga ulan menjadi Anggota Kehormatan Banser NU?

“Kita sebagai pembaca berita hasil riset CSIIS mungkin beranggapan: “masa sih?”, “beneran ga sih nih surveinya?”, atau “pasti survei-nya dibuat-buat nih.”

Untuk menjawab anggapan yang muncul dibenak para pegiat berita politik Umar pun mencoba untuk mengidentifikasi metode yang digunakan CSIIS dalam rilisnya.

Metode Survei

CSIIS dalam rilis yang diberitakan di berbagai media menyampaikan bahwa riset dilakukan 1 hari (7 Januari 2022) di 10 tempat, yakni di Jawa Timur (Probolinggo, Malang, Pasuruan), Jawa Tengah (Magelang, Rembang), Yogyakarta, Jawa Barat (Tasikmalaya, Cirebon), Banten (Pandegelang) dan Lampung (Lampung Tengah).

Artinya, penelitian dilakukan di 6 (enam) provinsi. Responden adalah santri pondok pesantren.

Sementara teknik pengambilan sampel menggunakan pendekatan puposive.

Terdapat 4 (empat) aspek yang bisa ekniks, yaitu: waktu eknik, lokasi eknik, responden eknik dan eknik sampel.

Pertama, terkait waktu pelaksanaan eknik hanya dilakukan dalam satu hari di 10 kabupaten yang berbeda.

Hal ini sangat mungkin dilakukan oleh sebuah eknik dengan melibatkan jejaring yang dimiliki. Hanya saja, antara waktu pengambilan data dengan waktu rilis cukup lama (eknik 3 minggu).

Rilis dibeberapa media baru dilakukan tanggal 26 Januari 2022.

Perbedaan waktu yang cukup lama tidak seimbang dengan eknik wawancara yang dilakukan oleh CSIIS yang menyatakan bahwa responden seakan-akan tidak mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai.

Artinya, para enumerator saat mewawancarai responden bisa saja tidak menunjukkan kuisioner karena pertanyaan yang diajukan tidak terlalu banyak.

Berarti data bisa langsung dikirim ke pusat data pada hari yang sama atau satu hari setelahnya.

Apabila wawancara dilakukan dengan merekam tentu proses transkripsi dapat ditargetkan dalam waktu yang tidak lama sehingga data bisa dikumpulkan dan dianalisis.

Kedua, terkait dengan pemilihan lokasi CSIIS tidak menjelaskan eknik memilih  10 lokasi tersebut.

CSIIS juga tidak menyebutkan dari 10 tempat yang dipilih ada berapa pondok pesantren (ponpes) yang dipilih dan kriteria ponpes seperti apa.

Keterbatasan informasi ini tentu akan memunculkan pertanyaan baru seperti apakah ponpes yang dipilih mampu merepresentasikan ponpes di Indonesia dan apakah merepresentasikan ponpes NU secara keseluruhan?

Apabila informasi ini tidak disajikan oleh CSIIS maka kita bisa menyimpulkan bahwa pemilihan lokasi tidak mampu mewakili basis masa NU di pesantren dan hasilnya tidak bisa digeneralisir atas nama warga NU.

Ketiga terkait dengan responden, CSIIS tidak menjelaskan secara detail berapa jumlah responden yang diwawancarai.

Padahal, untuk mendapatkan hasil yang dapat mewakili populasi penentuan jumlah responden juga memiliki aturan main tersendiri seperti menggunakan rumus slovin dan berapa margin erornya.

Ketidakterbukaan informasi ini juga menimbulkan tanda tanya besar berapa orang sebenarnya yang menjadi responden eknik CSIIS.

Terakhir, teknik purposive sampling merupakan bagian dari eknik non-probability sampling.

Teknik ini dilakukan apabila jumlah populasi tidak dikenal secara pasti dan hasilnya tidak dapat digeneralisasikan.

Artinya, hasil riset yang dilakukan CSIIS tidak bisa diberlakukan secara umum, dalam hal ini warga NU.

Keempat aspek di atas memberikan gambaran kepada kita sebagai penikmat berita politik bahwa rilis hasil riset yang dilakukan oleh CSIIS tidak memiliki kejelasan terhadap populasi yang diuji, bahkan juga tidak bisa menjelaskan apakah yang diuji adalah santri dari pondok pesantren NU atau bukan.

Pihak yang Dirugikan

Rilis survei yang dilakukan oleh CSIIS tentu merugikan berbagai pihak seperti  tokoh dan kader NU yang memiliki potensi dan peluang menjadi Calon Presiden RI di 2024, termasuk figur Erick Thohir sendiri.

Selama bulan Januari 2022 ini, banyak terbentuk relawan pendukung Erick Thohir sebagai Calon Presiden RI 2024 seperti Relawan Ganas di Surabaya, Relawan Sobat Erick di Lampung,  Santri Muda ETHO di Jember dan Barisan ET di Kalimantan.

Sementara itu, rilis CSIIS dilakukan bersamaan dengan deklarasi relawan yang terbentuk diberbagai daerah.

Karena hasil survei CSIIS kurang memberikan informasi yang lengkap meskipun hasil risetnya kedepan bisa dibuktikan kebenarannya, masyarakat terlanjur mempersepsikan bahwa survei CSIIS kemarena hanyalah akal-akalan belaka dan sebagai alat politik untuk membangun opini bahwa Erick Thohir sebagai Capres pilihan warga Nahdliyin.

Solusi

Sebagian besar masyarakat kita, bahkan para politisi, memiliki keterbatasan terhadap literasi metode riset. Bagi masyarakat, apa yang disajikan oleh lembaga riset merupakan data ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila lembaga tidak mampu menjaga integritas sebagai lembaga yang menjembatani dan memberikan informasi yang objektif, maka kedepannya masyarakat tidak akan percaya terhadap kredibilitas lembaga survei.

Sebagai solusi Umar berpendapat hendaknya setiap lembaga survei perlu menjabarkan metode riset secara utuh ketika mereka menyampaikan hasil surveinya.

“Survei tidak hanya berkaitan dengan politik saja, bisa tentang pendidikan, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat. Apabila muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses riset maka hasil-hasil riset lain yang sebenarnya memberikan solusi atas masalah yang mereka hadapi akan diabaikan,” tutup Umar

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Peranakan Tionghoa Tak Kompak Dukung Jokowi?

JAKARTA-Komunitas Tionghoa mengaku geram dengan manuver Lieus Sungkarisma yang selalu

Ganjar Pranowo Kunci Dukungan Akar Rumput di Jateng

SRAGEN-Dalam lawatannya ke sejumlah daerah di Jawa Tengah, Capres nomor