OJK Beri Kepastian Hukum, Pengajuan Izin Equity Crowdfunding Meningkat

Wednesday 27 Jan 2021, 10 : 20 pm
by
OJK
ILustrasi

JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim, pasca penerbitan Peraturan OJK (POJK) Securities Crowdfunding pada 11 Desember 2020, jumlah calon penyelenggara equity crowdfunding yang mengajukan perizinan mengalami peningkatan, lantaran peraturan yang baru ini lebih memberikan kepastian hukum kepada para pemodal.

“Animo terhadap equity crowdfunding semakin besar, dilihat dari bertambahnya jumlah calon penyelenggara yang mengajukan izin ke OJK. Per 31 Desember 2020, terdapat 16 calon penyelenggara yang dalam proses perizinan equity crowdfunding,” kata Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B, Ona Retnesti Swaminingrum di Jakarta, Rabu (27/1).

Dia menyebutkan, POJK Securities Crowdfunding (Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi) tersebut merupakan pembaruan dari POJK Equity Crowdfunding yang diterbitkan pada 2018.

“Pada POJK yang baru ini dibuka untuk badan hukum lain, seperti koperasi. POJK ini mengarah ke usaha menengah dan kecil. Sebelumnya hanya untuk Perseroan Terbatas,” ujar Ona.

Lebih lanjut Ona mengatakan, selain terdapat 16 calon penyelenggara yang sedang melakukan proses perizinan equity crowdfunding, per 31 Desember 2020 juga tercatat ada tiga calon penyelenggara yang sedang menjalani proses perizinan securities crowdfunding di OJK.

Dia merincikan, saat ini terdapat empat penyelenggara equity crowdfunding, yakni PT Santara Daya Inspiratama (Santara) yang menghimpun dana mencapai Rp113,59 miliar, PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare) sebesar Rp31,76 mikiar, PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana) senilai Rp27,75 mikiar dan PT Numex Teknologi Indonesia (LandX) senilai Rp11,03 miliar.

Ona mengaku, sejauh ini minat terhadap equity crowdfunding semakin tinggi, setelah OJK memberikan kepastian hukum melalui penerbitan POJK Nomor 57-2020 tentang Securities Crowdfunding.

“POJK yang baru ini juga memberikan kepastian hukum kepada para pemodal, karena pengaturan di POJK 57 ini cukup rigid. POJK lama kurang lengkap,” ucapnya.

Dia menyebutkan POJK 57/2020 merupakan alternatif bagi pelaku usaha pemula (start-up company) maupun Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam mencari pendanaan.

Selain dalam bentuk efek bersifat ekuitas, pada POJK ini juga mencakup efek bersifat utang atau sukuk (EBUS).

“Pada POJK yang dahulu (POJK 37/2018), EBUS dan sukuk belum masuk diatur. Padahal ini perlu, karena masyarakat banyak yang ingin berinvestasi di EBUS dan sukuk. Pada OJK yang baru ini tata kelolanya diatur lebih lengkap,” ucap Ona.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Agustus 2016, Harga Grosir Naik 0,36%

JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS)  mencatat Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

IHSG Kembali Berakhir Menguat 0,2% di Level 7.433,315

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia