Pemerintah Didesak Tagih Obligor BLBI

Monday 14 Dec 2015, 1 : 18 pm
konfrontasi.com

JAKARTA-Sejumlah aktivis mendesak pemerintah serius menuntaskan para debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum melunasi sisa utangnya. Alasannya hak tagih negara itu tidak ada masa kedaluwarsa. “Menteri Keuangan harus berani melaksanakan hak tagih kepada obligor pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Apalagi kini sebagian dari mereka masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Sejahtera Harjuno (HMS) Wiwoho di Jakarta, Senin (14/12/2015).
Menurut Harjuno, para obligor yang belum melunasi hutang kepada negara harus tetap ditagih hingga anak cucu. Oleh karena itu kasus ini harus terus berjalan. Dengan kata lain, tidak ada istilah tutup buku sebagaimana dikatakan Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan.
Harjono menegaskan pemerintah tidak boleh kalah, meskipun skandal BLBI banyak melibatkan orang penting di negri ini. Pemerintah adalah representasi rakyat. Karena itu seperti apapun tekanannya pemerintah harus berani. Apalagi ini menyangkut uang rakyat yang membebani negara hingga Rp60 triliun rupiah/tahun. “Pajak itu filosofinya mudah saja bagaimana uang pajak dikembalikan kepada masyarakat untuk kesejahteraan rakyatnya,” jelasnya.
Untuk itu, lanjut Harjuno, pihaknya meminta Pemerintah Jokowi memprioritaskan penyelesaian kasus BLBI ketimbang kasus-kasus lain. Kasus BLBI sangat menyengsarakan anak cucu bangsa indonesia. “Kasus BLBI merupakan sebuah kejahatan keuangan yang memaksa rakyat miskin memberikan subsidi kepada para bankir-bankir. Selain itu kasus ini telah menjadi beban rakyat Indonesia untuk menanggung bunga hutang,” imbuhnya. **aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Baru 5.300 Warga Terdampak Covid-19 di Tangsel Dapat Bansos

TANGERANG-Hingga perpanjangan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Bantuan Sosial

Masyarakat Diminta Berani Laporkan Petugas Pajak Korup

JAKARTA-Kebocoran dari sektor pajak telah menyebabkan penerimaan negara dari sektor