Pemerintah Godok Jurus Menangkis Tapering-off

Monday 2 Dec 2013, 5 : 42 pm
by

JAKARTA-Spekulasi pasar terhadap kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, menarik dana stimulusnya atau tapering off membuat perekonomian Indonesia tertekan. Indikatornya terlihat pada kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dollar AS. Namun demikian, masyarakat tidak perlu cemas karena pemerintah terus menggodok sejumlah jurus menangkis tapering-off. “Dari sisi eksternal, saat ini memang ada spekulasi atau kemungkinan bahwa bank sentral Amerika Serikat kemungkinan akan mengeluarkan kebijakan tapering off.  Presiden akan merumuskan langkah untuk mengantisipasi kondisi tersebut dengan tepat dan komprehensif,” kata Juru bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha  di Jakarta, Senin (2/12).

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (2/12) masih bertengger di posisi 11.966 per dollar AS. Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka naik 12,64 poin. IHSG naik 0,30% menjadi 4.269,08. Sedangkan indeks 45 saham unggulan (LQ45) menguat 3,23 poin (0,46%) ke level 708,12.

Pemerintah kata dia, terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan aktivitas regional seiring pelemahan mata uang Rupiah terhadap dollar AS beberapa waktu terakhir.   Langkah yang ditempuh adalah melakukan koordinasi dengan otoritas moneter, pengawas industri keuangan, penjamin simpanan dan Bank Indonesia (BI).

Selain faktor eksternal, dia menilai penyebab lain tertekannya nilai tukar rupiah ialah faktor internal atau domestik, yaitu adanya defisit transaksi berjalan. “Presiden terus mengikuti perkembangan fluktuasi dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kondisi perekonomian secara keseluruhan, termasuk global,” ujar dia.

Senada dengan Julian, Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas, Destry Damayanti menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS lebih besar disebabkan oleh isu tapering-off dari kebijakan quantitative easing Federal Reserve AS. “Pelemahan nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir ini, terutama disebabkan oleh faktor eksternal terkait dengan ketidakpastian isu tapering The Fed,” kata dia dalam seminar di Grand Sahid Jaya Hotel Jakarta, Senin (2/12).

Menurut Destry, ketidakpastian pemberlakuan tapering oleh The Fed telah memicu berbagai ekspektasi, sehingga rupiah bergerak liar yang cenderung mengarah pada tren pelemahan. “Isu tapering telah menimbulkan berbagai ekspektasi mengenai rupiah dan pada akhirnya rupiah tertekan,” ucapnya.

Destry mengatakan, pengaruh lain yang menyebabkan pelemahan rupiah juga dipengaruhi faktor domestik. Pengaruh internal ini, jelas dia, juga disebabkan oleh ketidakseimbangan dari faktor eksternal. “Hal ini tercermin dari current account deficit yang besar. Tetapi, ini seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi kita sejak 2011,” tuturnya.

Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi menyebabkan tingginya kebutuhan terhadap dolar AS. “Kalau kita bicara current account deficit, maka terlihat kebutuhan dolar AS buat impor atau membayar repatriasi keuntungan yang dibawa keluar negeri jumlah lebih besar daripada supply dolarnya,” papar Destry.

Namun, kata dia, faktor yang paling mempengaruhi tingginya defisit neraca transaksi berjalan ada pada kegiatan impor minyak. “Jadi, apa pun yang dilakukan BI  melalui kebijakan moneternya tidak akan mengubah banyak current account deficit,” jelasnya.
 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Sejahterakan Petani, Bappebti Genjot Pasar Lelang Komoditas

BANDUNG – Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan

Permintaan Produk Nikel Meningkat, IFSH Siap Ekspansi Usaha

JAKARTA – Manajemen PT Ifishdeco Tbk (IFSH) memperkirakan, permintaan nikel