Pemungutan Pajak Tak Bisa Semena-mena

Selasa 29 Sep 2015, 6 : 17 pm
by

JAKARTA-Meski bersifat memaksa dan digunakan untuk keperluan negara, pemungutan pajak tidak dapat dilakukan dengan semena-mena. Hal tersebut jelas diatur dalam pasal 23A Undang Undang Dasar 1945, dimana pajak dan pengutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Oleh sebab itu, dalam pemungutan pajak, terdapat berbagai undang-undang yang mengatur mulai dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hingga Undang-Undang Bea Meterai.

Lebih dari itu, untuk menagih pajak yang terutangjuga diatur dalam Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). “Demikian halnya dengan sengketa pajak, kita mengenal adanya Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan banyaknya undang-undang yang mengatur, jelas pemungutan pajak memiliki landasan yang kuat namun juga tidak dapat dilakukan dengan sembarangan,” ujar Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak (DJP), Mekar Sari Utama di Jakarta, Selasa (29/9).

Saat ini, jelasnya, Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan pajaknya. Artinya, Wajib Pajak diberikan keleluasaan untuk mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya. Karena melalui sistem self assessment yang menjadi tujuan utama adalah kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak untuk jujur melaporkan usahanya. “Wajib Pajak yang jujur dan sukarela dalam membayar dan melaporkan pajak adalah pahlawan bangsa,” jelasnya.

Selain itu, ujarnya pemungutan pajak sangat tergantung dari pertumbuhan ekonomi dan kelangsungan usaha Wajib Pajak. Hal ini sesuai dengan objek pajak itu sendiri yang terkait dengan konsumsi atau tambahan kemampuan ekonomis.

Meski dalam pemungutan pajak diatur mengenai sanksi administrasi berupa bunga, denda maupun kenaikan, namun tidak lain adalah untuk keadilan dan menjamin kepastian hukum. Tanpa sanksi administrasi, pemungutan pajak dengan sistem self assessment dapat mengalami kegagalan karena sifat alamiah untuk menunda pembayaran pajak.

Upaya penegakan hukum, seperti penyidikan, penyanderaan, hingga penyitaan aset hanya dilakukan pada kondisi dimana pemungutan pajak tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, demi keadilan, penegakan hukum harus dijalankan terhadap mereka yang sengaja tidak mau membayar pajak. “Di Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP) 2015 ini, Wajib Pajak diberikan keleluasaan untuk memperbaiki laporan pajak sebelum tahun pajak 2015 sekaligus menyetorkan kekurangan pajaknya,” urainya.

Terkait dengan kebijakan TPWP 2015, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui imbauan, sosialisasi dan konseling, akan memastikan Wajib Pajak secara sukarela membetulkan laporan pajaknya.

Melalui berbagai upaya tersebut, DJP berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengganggu iklim usaha sekalipun dilakukan penegakan hukum secara selektif, berupa penyidikan, penyanderaan, maupun penyitaan guna mengawal kebijakan TPWP 2015. “Adalah tidak benar jika di tahun 2015 ini terdapat isu bahwa DJP akan melakukan penyisiran tempat usaha Wajib Pajak secara membabi buta, atau memblokir rekening nasabah di bank tanpa terkait utang pajak tertentu,” pungkasnya.

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Nazaruddin Mastermind, Tapi “Lolos” Bidikan Kasus e-KTP

JAKARTA-Keterangan mantan anggota Fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir dalam persidangan

Shopee Gandeng BUMDes Kembangkan Digitalisasi Ekonomi Desa

JAKARTA-Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengapresiasi kemitraan marketplace online