Penggunaan UU Tipikor Dalam Kasus Asuransi Jiwasraya ‘Ngawur’

Saturday 13 Jun 2020, 12 : 03 am
by
ilustrasi dok yukdagangsaham

JAKARTA-Penasehat Hukum Terdakwa, Syahmirwan menyampaikan Nota Keberatan (Eksepsi) atas Perkara Pidana Nomor : 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Jakarta Pusat Rabu (10/6).

Dalam nota pembelaannya, Tim Kuasa Hukum menyebutkan kebijakan penyelesaian perkara PT Asuransi Jiwasraya (Pesero) dengan memaksakan ke ranah Tipikor adalah suatu penegakan hukum yang sembrono atau “ngawur”.

Ketua Tim Hukum Samirwan, FX.Suminto Pujiraharjo menjelaskan terdapat Ketentuan Perundangan lain yang lebih tepat diterapkan dalam kasus Asuransi Jiwasraya yaitu Ketentuan Perundangan di bidang Pasar Modal yakni UU No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

“Jadi, tidak perlu dipaksakan dengan menerapkan UU Tipikor. Kami mempunyai keyakinan penyelesaian PT Asuransi Jiwasraya (Pesero) tanpa menggunakan UU Tipikor dapat lebih memberikan nilai positive bagi negara dan masyarakat,” tegas Ketua Tim Hukum Samirwan, FX.Suminto Pujiraharjo di Jakarta, Rabu (10/6).

Menurutnya, penerapan UU Pasar Modal dalam kasus Jiwasraya memberi nilai positif.

Misalnya, terciptanya perlindungan dan kepastian hukum pembayaran premi kepada Pemegang Polis PT Asuransi Jiwasraya (Pesero) dan tidak merusak citra Bursa Efek Indoeneia.

Selain itu, juga tidak merusak kondisi Pasar Modal dan mengurangi ketidak percayaan investor.

“Jadi, secara makro tidak berdampak negative terhadap perekonomian Indonesia sebagaimana yang terjadi saat ini,” terangnya.

Namun sayangnya, Kejagung terkesan memaksakan menerapkan UU Tipikor Perkara PT. Jiwasraya (Persero).

Termasuk terburu-buru dalam menetapkan Tersangka termasuk penetapan Syahmirwan sebagai Tersangka sebagaimana tertuang di Surat Penetapan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor : TAP-15 /F.2/Fd.2/01/2020 Tanggal 14 Januari 2020.

Menurutnya, unsur delik merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara secara imperik menimbulkan ketidak pastian hukum dan pelecehan hukum serta penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) oleh Penyidik.

Karena Penyidik dengan “gampangnya” dapat menetapkan seseorang sebagai Tersangka yang diduga melakukan tindak Pidana Korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

“Walaupun BPK belum melakukan audit investigasi dan mengeluarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara (LHKPN) dalam suatu peristiwa pidana yang disangkakan atau dapat dikatakan belum ada perhitungan kerugian negara yang nyata dan pasti (actual lost),” jelasnya.

Tindakan Penyidik menetapkan Syahmirwan sebagai Tersangka telah melanggar ketentuan hukum acara yang berlaku yaitu melanggar Pasal 1 angka 2, dan Pasal 1 angka 14 KUHAP Juncto Putusan MK RI Nomor 21/PUU-XII/2014 dan Putusan MK Nomor : 25/PUU-XIV/2016.

“Keputusan Kejagung menetapkan Syahmirwan sebagai tersangka tanpa adanya LHPKN adalah pelanggaran hukum serius. Dengan demikian, surat dakwaan cacat yuridis,” terangnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

PT Samudera Indonesia Tbk

Pyridam Farma Merugi Rp85,22 Miliar pada 2023, Ini Penyebabnya

JAKARTA – PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) menderita kerugian sebesar

Pemerintah Perpanjang PPKM Mikro Hingga 17 Mei 2021

JAKARTA-Pemerintah terus melakukan upaya untuk menekan laju penularan COVID-19. Untuk