PilPres 2014, Sun Tzu dengan Rasa Sipil

Wednesday 28 May 2014, 11 : 31 am
by
Ketua Gerakan Ekayastra Unmada, AM Putut Prabantoro

JAKARTA- Konsultan Komunikasi Politik, AM Putut Prabantoro meminta agar para pendukung kedua Capres tidak perlu mempertentangkan antara aura militer versus aura sipil dalam berkampanye mengingat di kedua belah pihak didukung para purnawirawan, yang setelah pilpres tetap akan menjadi satu korsa.

Meski demikian, strategi militer para purnawirawan ini akan dijadikan masukan kedua tim pemenangan pilpres dan akan diimplementasikan dengan kekuatan non militer (sipil).

Istilahnya adalah “Sun Tzu Dengan Rasa Sipil”.

Demikian diungkapkan Konsultan Komunikasi Politik, AM Putut Prabantoro, Jakarta, Rabu (28/5).

Dijelaskan, dalam strategi perang China, Sun Tzu, ada dua hal yang tidak boleh dilupakan yakni selalu ada dua kutub  yang masing-masing saling berlawanan, namun pada intinya kedua kutub itu akan menjadi kekuatan ataupun kelemahan bagi masing-masing pihak.

Kekuatan dan kelemahan akan saling bertukar tempat pada saatnya.

Kejelian serta kewaspadaan berdasarkan informasi dalam akan menjadi kekuatan tetap menjadi poin penting yang harus dilihat oleh masing-masing pihak.

“Perang ini hanya berusia 40 hari dan setelah itu semua kembali normal. Yang tadinya seakan bermusuhan, bersebrangan akan kembali pada situasi semula. Namun dalam perang 40 hari ini, kita bisa melihat betapa seluruh kekuatan dikerahkan, seakan-akan inilah perang yang sesungguhnya terjadi di Indonesia, antara si baik dan si jahat atau antara angel and demon. Yang dulu lawan tiba-tiba menjadi kawan yang sangat akrab atau sebaliknya dan bahkan ini terjadi untuk urusan ideologi,” ujar Putut Prabantoro, yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) – dari wartawan, oleh wartawan dan untuk Indonesia.

Dijelaskannya lebih lanjut, yang terjadi sesungguhnya, ini merupakan “Perang Pandora”, di mana keburukan, kejahatan, kejelekan masa lalu  para pemimpin bangsa dibuka.

Tanpa disadari oleh semua pihak yang saling mendukung, seluruh watak bangsa Indonesia yang ada dalam Kotak Pandora dibuka.

Alam hanya menggunakan baik Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai  sarana memperbaiki bangsa Indonesia.

Itu akan terjadi sebelum presiden yang sebenarnya terpilih pada Juli nanti.

Hal ini dimungkinkan, karena kekuatan teknologi komunikasi dan informasi digunakan secara maksimal.

Ini juga pertempuran para pemilik media dengan latarbelakang masing-masing dalam berpihak pada masing-masing Capres.

Sehingga, secara kebetulan atau tidak, rakyat Indonesia sedang menyaksikan “layar lebar” kisah hidup para pemimpin bangsa di masa lalu. Para wartawan juga ikut serta dalam membuka  Kotak Pandora Pembukaan sejarah masa bangsa dan pemimpinnya di masa lalu.

“Banyak orang mengatakan ini perang Barathayudha. Namun saya katakana ini perang perebutan Kotak Pandora. Sehingga, isu SARA seperti agama, ras ataupun suku tidak memiliki dampak karena kedua belah pihak mengangkat NKRI dan Kebhinekaan sebagai platform. Jika ada kampanye gelap yang membawa masalah SARA, apakah Islam atau Kristen,  Tionghoa atau Pribumi, malah akan berbalik. Yang berkampanye itu tidak hanya pasangan Capres saja, tetapi tokoh pendukung koalisi juga yang akan menjadi target  kampanye hitam juga. Jika ibarat rumah, tokoh pendukung adalah pilar dan itu juga menjadi target untuk dihancurkan,” ujarnya.

Dalam Sun Tzu dikatakan bahwa jika suatu pasukan terus menerus menang, tidak akan lama lagi segera menghadapi kekalahan.

Atau juga, jika seorang prajurit takut mati, ia akan kehilangan nyawanya karena ketakutannya sendiri.

Sehingga dalam konteks seperti ini, setiap pihak harus terus menerus mengintip Kotak Pandora.

Sebagai contoh, perisitwa 1998 yang dulu tak terungkap suka tidak suka kini akan terungkap siapa saja yang terlibat dan itu ada dalam kotak Pandora yang sedang diperebutkan.

“Yang paling penting adalah, kedua belah pihak harus melihat siapakah pihak ketiga yang mengambil manfaat atas “perang” ini. Pihak ketiga itu bisa dari internal, bisa dari luar. Dan, “perang” yang sesungguhnya terjadi di tingkat akar rumput yakni antar relawan, yang bergerak atas nama kemurnian, ketulusan dan kejujuran dalam mendukung salah satu Capres.

Ditegaskan, keberhasilan memobilisasi tim relawan, dialah yang akan memenangkan “perang” ini dan ini bukan soal jargon, slogan ataupun program. Terlepas dari itu semua, kedua belah pihak harus bertanggung jawab atas kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia pasca pilpres. Demi Indonesia satu tak terbagi harus menjadi koridor kedua belah pihak dalam berkampanye,” ujar Putut Prabantoro

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

"XL Axiata sangat antusias dengan rencana pembukaan kembali pariwisata. Untuk itu, jaringan XL Axiata sudah kami siapkan guna menyambut segala keperluan mendukung kembalinya para wisatawan baik domestik maupun mancanegara

Tumbuhkan Pelanggan Fiber Optic, EXCL Kenalkan Layanan Konvergensi Pertama

JAKARTA-PT XL Axiata Tbk (EXCL) mengenalkan layanan konvergensi pertama di

UMN Bangun Green Building ke 3

TANGERANG-Usung bangunan ramah lingkungan (green Building), Universitas Multimedia Nusantara (UMN),