Polemik TWK dan Sikap Bunglon Mahfud MD

Sunday 27 Jun 2021, 6 : 19 pm
by
pernyataan Arteria Dahlan, bisa jadi signal bahwa masih ada upaya untuk merevisi UU KPK khusus untuk melindungi sekelompok orang yang dikecualikan dari OTT KPK, tidak hanya terhadap APH tetapi juga bisa melebar kepada Anggota DPR dan orang-orang Partai.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPID), Petrus Selestinus

Oleh: Petrus Selestinus

Polemik seputar Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), memasuki tahap anti klimaks, bahkan telah keluar dari substansi perdebatan yang semestinya.

Polemik yang berkembang telah bergeser menjadi sikap Intoleran terhadap Wawasan Kebangsaan dan berpotensi meluasnya sikap Intoleran di kalangan masyarakat.

Ada pergeseran subtansi polemik yang berpusat di Komnas HAM, menempatkan TWK sebagai produk hukum yang tidak layak diterapkan dalam rekrutmen ASN sehingga harus disingkirkan.

Setidak-tidaknya bagi 75 Pegawai KPK yang tidak lulus TWK melalui pemeriksaan terhadap semua pimpinan lembaga yang terlibat dalam proses pelaksanaan TWK.

Sikap demikian, dikhawatirkan akan berkembang menjadi sikap Intoleran dari ASN terhadap “Wawasan Kebangsaan”.

Jika ini dibiarkan, akan berdampak negatif pada Integrasi Nasional dan Kohesi Sosial di tengah masyarakat.

Padahal justru peran sosial dari ASN sebagai pelayan publik sangat diharapkan dalam merawat nilai kebangsaan.

Tidak kurang dari Menkopolhukam Mahfud MD, yang nampak seperti terjebak dalam polemik yang menempatkan TWK sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK, ketika Mahfud MD angkat bicara soal polemik 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK, dan 51 di antaranya terancam dipecat karena tak lolos TWK dan tidak menjadi ASN.

Tarik Mundur Polemik

Pernyataan Mahfud MD dalam diskusi dengan Rektor UGM dan sejumlah pimpinan Universitas Yogyakarta, pada 5 Juni 2021, membuat Mahfud MD menjadi bunglon.

Apakah Ia berbicara sebagai Menko Polhukam atau sebagai Pengamat.

Karena dalam diskusi itu Mahfud MD, tidak mau berkata tegas bahwa persoalan revisi UU KPK sudah final dan TWK adalah perintah UU yang harus dilaksanakan.

Mahfud MD justru telah menyeret lembaga DPR, Parpol, hingga LSM sebagai ikut bertanggung jawab terhadap pelemahan KPK.

Bahwa persoalan yang terjadi di KPK tidak sepenuhnya merupakan keputusan Pemerintah, tetapi juga di tangan Partai Politik, DPR RI bahkan LSM.

Ini jelas politik mencuci tangan melepas tanggung jawab dari seorang Menko Polhukam.

Di tengah konflik 75 Pegawai KPK nonaktif yang belum selesai akibat TWK, Mahfud MD, justru menarik mundur polemik soal TWK kepada persoalan revisi UU KPK yang sudah final dan mengikat sebagai perlemah KPK.

Bahkan dengan narasi bahwa keputusan tentang revisi UU KPK, tidak di Pemerintah saja, tetapi di DPR, Partai Politik dan Civil Society, ini akan pecah juga.

Apa maksud Mahfud MD dengan “akan pecah juga,” tidak dijelaskan dalam diskusi dengan sejumlah pimpinan Universitas di UGM Yogyakarta, Sabtu 5 Juni 2021.

Namun nampak jelas bahwa Mahfud MD ikut memprovokasi dan menyudutkan Presiden Jokowi bahwa revisi UU KPK sebagai biang pelemahan KPK dan itu ada peran Pemerintah.

Mahfud Bersikap Bunglon

Sebagai Meko Polhukam, sikap Mahfud MD terkesan sebagai bunglon.

Pada satu sisi dia menyatakan Presiden Jokowi tetap berkomitmen memperkuat KPK, namun pada sisi lain Mahfud MD seolah-olah jadi Pengamat yang menyatakan revisi UU KPK sebagai pelemahan terhadap KPK, tetapi tidak oleh Pemerintah saja, juga oleh DPR, Parpol bahkan LSM.

Mahfud MD sedang memainkan orkestra, dalam irama yang berbeda di tempat yang berbeda pula.

Ini sesungguhnya sebuah keanehan, sebab sebagai Menko Polhukam seharusnya Mahfud MD, konsisten bahwa sekarang saatnya kita melaksanakan UU KPK, bukan sebaliknya menjustifikasi revisi UU KPK sebagai pelemahan terhadap KPK.

Selain itu, Mahfud MD justru menyeret Pemerintah, DPR, Partai Politik dan Civil Society (LSM), sebagai memiliki peran kolektif dalam memperlemah KPK, sembari meminta masyarakat agar tidak hanya menyalahkan Presiden Jokowi, tetapi juga DPR, Partai Politik dan LSM atas upaya pelemahan terhadap KPK itu.

Padahal Mahfud MD, tahu betul bahwa kekuatan, kelemahan dan kekuasaan KPK tidak semata-mata terletak pada UU KPK, melainkan pada karakter kepemimpinan para Pimpinan KPK, karena itu keliru besar sikap Mahfud MD tarik mundur substansi polemik tentang TWK pada revisi UU KPK sebagai melemahkan KPK.

Penulis adalah Koordinator TPDI dan Advokat PERADI di Jakarta

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Rugi Bersih PJAA Membengkak Jadi Rp57,09 Miliar

JAKARTA-Selama tiga bulan pertama tahun ini, PT Pembangunan Jaya Ancol

Kemenperin Dampingi Aparatur Industri Daerah Hadapi New Normal

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya menyiapkan aparatur industri agar mampu