Masyarakat biasanya kecewa pada penampilan para politisi tanpa prinsip ini.
Belum bisa mengukur diri apakah sudah berhasil melayani masyarakat pada satu tingkatan tertentu, mereka sudah tak sabar lagi mau meraih jabatan baru pada posisi yang lebih tinggi.
Untuk meraih jabatan yang lebih tinggi itu, kadang-kadang gaya Niccollo Machiaveli dipraktekkan: hukum dan etika dilanggar, yang penting tercapai kekuasaan yang dituju. Sebab tidak ada dalam credo mereka bahwa tujuan yang baik ada dalam proses yang baik pula.
Mereka umumnya bergerak tanpa visi yang jelas, hanya bisa pidato kecap tanpa makna, kata-kata yang terucap tak mampu menginspirasi masyarakat, ceroboh dalam sikap dan tindakan, berpandangan sempit, suka balas dendam terhadap lawan-lawan politik, seolah-olah tujuan politik itu sekedar untuk mematikan langkah lawan. Kontribusi mereka minim dalam mewujudkan cita-cita besar dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Jangan Buta Politik
Memang tidak semua orang terpanggil untuk terjun ke dunia politik. Sekalipun demikian, sebagai warga negara, kita tidak boleh buta politik sama sekali.
Bertolt Brecht, penyair dan dramawan asal Jerman, mengingatkan: “Buta terburuk adalah buta politik”.
Mengapa ia mengatakan demikian? Orang yang buta politik, tidak sadar bahwa biaya hidup, harga bahan makanan, harga rumah, harga obat, semuanya bergantung pada keputusan politik. Mereka yang buta politik, membanggakan sikap anti politiknya, membusungkan dada dan berkoar “aku benci politik”.