Romo Magnis: Nyawa Manusia Itu Suci, Tak Boleh Dirampas

Friday 11 Dec 2015, 2 : 01 pm
by
Romo Magnis Suseno

Ketua Tim Kampanye Penghapusan Pidana Mati ASEAN, Patricia Rinwigati Waagstein mengatakan pidana mati juga seringkali dianggap sebagai efisiensi dana.

Menurutnya, eksekusi mati dianggap dapat menjadi jalan keluar dari persoalan-persoalan yang seringkali dihadapi oleh lembaga pemasyarakatan seperti kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan, sangat minimnya fasiltas dalam lembaga pemasyarakatan, dan minimnya budget untuk lembaga pemasyarakatan.

Menjatuhkan pemidanaan seumur hidup akan memberikan beban yang lebih besar kepada negara untuk membiaya seseorang dalam lembaga pemasyarakatan.

Namun, Ririn, sapaan akrab Patricia Rinwigati Waagstein berdasarkan data dari berbagai sumber yang diperoleh, walaupun dalam UU No. 2/PNPS/Tahun 1964 menyatakan cara eksekusi harus dilakukan sesederhana, kenyataannya pelaksanaan eksekusi juga memakan biaya yang tidak sedikit, bahkan lebih mahal daripada biaya seorang narapidana dalam lembaga pemasyarakatan untuk bertahun-tahun. Dengan demikian sukar untuk menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi pidana mati dianggap sebagai upaya efisiensi dana negara.

Secara teoritis, demikian pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, hubungan antara suatu pidana dan tingkat kejahatan adalah berbanding terbalik.

Semakin berat suatu hukuman maka angka kriminalitas diharapkan semakin menurun.

Dengan demikian, pemidanaan dianggap sebagai suatu alat pencegahan suatu tindak pidana.

Namun  hal tersebut tidak selamanya terjadi.

”Banyak riset membantah hal tersebut. Berat atau ringannya suatu pidana tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur penghitungan kenaikan atau penurunan suatu angka kriminalitas,” tandasnya.

Dalam hal pidana mati, jelas Ririn, penjatuhan pidana mati bukanlah faktor deteransi yang lebih kuat ketimbang pidana penjara sehingga belum dapat disimpulkan pidana mati mampu berfungsi sebagai faktor deteransi.

Contoh nyata dapat ditemukan dalam kasus pidana narkoba.

”Angka terbesar dari pidana mati yang dijatuhkan dan dieksekusi berapa tahun terakhir dijumpai dalam kasus narkoba, namun jumlah kasus kriminalitas yang terkait dengan narkoba juga semakin naik,” gugatnya.

Sementera Benny sangat menyesalkan justru di pemerintahan sipil yang kerakyatan Indonesia mengeksekusi mati beberapa orang sekaligus.

“Kita juga bertanya mengapa tindakan itu justru populer di dalam negeri. Apa yang salah dengan hukum dan politik kita,” kritik Benny.

Lebih lanjut, Benny juga mengkritik kinerja para penegak hukum yang miskin akuntabilitas sehingga kejahatan narkoba tetap meningkat.

Faktanya pidana mati tidak menyurutkan kejahatan narkoba.

Menurut Benny, perbaikan akuntabilitas dan integritas penegakan hukum adalah mutlak. Menurutnya, Indonesia tidak boleh terjebak eforia kesadaran palsu terhadap dukungan pidana mati.

“Semakin negara itu demokratis harus semakin menghormati dan melindungi hak asasi manusia,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BSN

Latih Standarisasi Produk, Parta Minta BSN Bina UMKM Lokal Guna Raih SNI

DENPASAR-DPR terus memperhatikan dan mendukung keseriusan kualitas produk Industri Kecil

Pengamat: Dukungan Pertamina Sukseskan Pertamina MotoGP 2023 di Mandalika

“Dalam konteksi inilah menjadi penting menciptakan event-event di berbagai, termasuk